►Diposting oleh
:Unknown
:
di
09.00
Jepang Bisa Maju, Kenapa Kita Tidak ?
( Membedah Kejayaan Jepang menjadi
Macan Asia)
SMA N 2 Ngaglik
2014
Daftar Isi
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Negara Sakura atau Jepang yang
merupakan negara kepulauan yang notabene-nya sama dengan Negara Indonesia.
Namun meskipun sama-sama negara kepulauan, kedua negara ini berbeda nasib.
Jepang yang miskin sumber daya alam, namun dalam kenyataannya bisa menjadi
negara industri yang maju. Bandingkan dengan Indonesia meskipun kaya akan
sumber daya alam dan sumber daya manusia, kenyataannya Indonesia belum bisa
makmur. Hal ini mungkin sesuai dengan hukum “ Semakin terdesak suatu kaum, maka
Kaum itu akan mengupayakan cara untuk lebih maju.”
Harusnya Indonesia dengan segala
potensinya bisa mengungguli Jepang. Karena selain faktor SDA dan SDM, Indonesia
juga terletak di lokasi yang strategis dalam hal HANKAM, pelayaran , bahkan
perdagangan. Sehingga sudah seharusnya Indonesia bisa menjadi negara yang makmur. Untuk itulah
penulis berusaha mencari jalan keluar agar Indonesia bisa lebih maju. Yaitu
dengan membandingkan aspek sejarah dan sosial-budaya masyarakat Jepang dan
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Kronologis sejarah negara
Jepang sehingga bisa menjadi negara industri maju ?
b. Apa rahasia bangsa Jepang sehingga
bisa mencapai kemakmuran.
Bab 2 Pembahasan Masalah
A. Sejarah singkat Negara Jepang
1. Masa Diktator Tokugawa
Keshogunan
Tokugawa adalah pemerintahan diktator militer feodalisme di Jepang yang
didirikan oleh Tokugawa Ieyasu dan secara turun temurun dipimpin oleh shogun
keluarga Tokugawa. Dalam periode historis Jepang, masa pemerintahan Keshogunan
Tokugawa disebut zaman Edo, karena ibu kota terletak di Edo yang sekarang
disebut Tokyo. Keshogunan Tokugawa memerintah dari Istana Edo hingga Restorasi
Meiji.
Keshogunan
Tokugawa adalah pemerintahan diktator militer ketiga dan terakhir di Jepang
setelah Keshogunan Kamakura dan Keshogunan Muromachi. Keshogunan Tokugawa
dimulai pada tanggal 24 Maret 1603 dengan pengangkatan Tokugawa Ieyasu sebagai
Sei-i Taishōgun dan berakhir ketika Tokugawa Yoshinobu mengembalikan kekuasaan
ke tangan kaisar (Taisei Hōkan) pada 9 November 1867.
Pemerintahan
keshogunan Tokugawa selama 264 tahun disebut sebagai zaman Edo atau zaman
Tokugawa. Periode terakhir Keshogunan Tokugawa yang diwarnai dengan maraknya
gerakan untuk menggulingkan keshogunan Tokugawa dikenal dengan sebutan
Bakumatsu.
Oda Nobunaga dan
penerusnya Toyotomi Hideyoshi merupakan pemimpin Jepang di zaman Azuchi
Momoyama yang berhasil mendirikan pemerintah pusat setelah berhasil
mempersatukan provinsi-provinsi di zaman Sengoku. Setelah Pertempuran
Sekigahara pada tahun 1600, kekuasaan pemerintah pusat direbut oleh Tokugawa
Ieyasu yang menyelesaikan proses pengambilalihan kekuasaan dan mendapat gelar
Sei-i Taishōgun pada tahun 1603. Tokugawa Ieyasu sebetulnya tidak memenuhi
syarat sebagai shogun karena bukan keturunan klan Minamoto. Agar syarat utama
menjadi shogun terpenuhi, Ieyasu memalsukan garis keturunannya menjadi
keturunan klan Minamoto agar bisa diangkat menjadi shogun. Keturunan Ieyasu
secara turun-temurun menjadi shogun dan kepala pemerintahan sampai terjadinya
Restorasi Meiji.
Di
masa Keshogunan Tokugawa, rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas
berdasarkan pembagian kelas yang diciptakan Toyotomi Hideyoshi. Kelas samurai
berada di hirarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang.
Pemberontakan sering terjadi akibat pembagian sistem kelas yang kaku dan tidak
memungkinkan orang untuk berpindah kelas. Pajak yang dikenakan terhadap petani
selalu berjumlah tetap dengan tidak memperhitungkan inflasi. Samurai yang
menguasai tanah harus menanggung akibatnya, karena jumlah pajak yang berhasil
dikumpulkan semakin hari nilainya semakin berkurang. Perselisihan soal pajak
sering menyulut pertikaian antara petani kaya dan kalangan samurai yang
terhormat tapi kurang makmur. Pertikaian sering memicu kerusuhan lokal hingga pemberontakan
berskala besar yang umumnya dapat segera dipadamkan. Kelompok anti keshogunan
Tokugawa justru semakin bertambah kuat setelah keshogunan Tokugawa mengambil
kebijakan untuk bersekutu dengan kekuatan asing.
Setelah
kalah dalam Perang Boshin yang berpuncak pada Restorasi Meiji, keshogunan
Tokugawa berhasil ditumbangkan persekutuan kaisar dengan sejumlah daimyo yang
berpengaruh. Keshogunan Tokugawa secara resmi berakhir setelah shogun Tokugawa
ke-15 yang bernama Tokugawa Yoshinobu mundur dan kekuasaan dikembalikan ke
tangan kaisar (Taisei Hōkan).
Aspek Pemerintahan
Keshogunan dan wilayah han
Sistem
politik feodal Jepang di zaman Edo disebut Bakuhan Taisei (幕藩体制?), baku dalam "bakuhan" berarti "tenda"
yang merupakan singkatan dari bakufu (pemerintah militer atau keshogunan).
Dalam sistem Bakuhan taisei, daimyo menguasai daerah-daerah yang disebut han
dan membagi-bagikan tanah kepada pengikutnya. Sebagai imbalannya, pengikut
daimyo berjanji untuk setia dan mendukung daimyo secara militer.
Kekuasaan pemerintah
pusat berada di tangan shogun di Edo dan daimyo ditunjuk sebagai kepala
pemerintahan di daerah. Daimyo memimpin provinsi sebagai wilayah berdaulat dan
berhak menentukan sendiri sistem pemerintahan, sistem perpajakan, dan kebijakan
dalam negeri. Sebagai imbalannya, daimyo wajib setia kepada shogun yang
memegang kendali hubungan internasional dan keamanan dalam negeri.
Shogun
juga memiliki banyak provinsi dan berperan sebagai daimyo di provinsi yang
dikuasainya. Keturunan keluarga Tokugawa disebar sebagai daimyo di seluruh
pelosok Jepang untuk mengawasi daimyo lain agar tetap setia dan tidak
bersekongkol melawan shogun.
Keshogunan Tokogawa
berhak menyita, menganeksasi, atau memindahtangankan wilayah di antara para
daimyo. Sistem Sankin Kotai mewajibkan daimyo bertugas secara bergiliran
mendampingi shogun menjalankan fungsi pemerintahan di Edo. Daimyo harus
memiliki rumah kediaman sebagai tempat tinggal kedua sewaktu bertugas di Edo.
Anggota keluarga daimyo harus tetap tinggal di Edo sebagai penjaga rumah
sewaktu daimyo sedang pulang ke daerah, sekaligus sebagai sandera kalau daimyo
bertindak di luar keinginan shogun.
Daimyo
dari keturunan klan Tokugawa dan daimyo yang secara turun temurun merupakan
pengikut setia klan Tokugawa disebut Fudai Daimyo. Sedangkan daimyo yang baru
setia kepada klan Tokugawa setelah bertekuk lutut dalam Pertempuran Sekigahara
disebut Tozama Daimyo. Golongan yang selalu mendapat perlakuan khusus disebut
Shimpan Daimyo, karena berasal tiga percabangan keluarga inti Tokugawa yang
disebut Tokugawa Gosankei (Tiga keluarga terhormat Tokugawa) yang masing-masing
dipimpin oleh putra Tokugawa Ieyasu:
Tokugawa Yoshinao,
penguasa han Owari generasi pertama
Tokugawa Yorinobu,
penguasa han Kishū generasi pertama
Tokugawa Yorifusa, penguasa
han Mito generasi pertama.
Lambang keluarga Tokugawa
berupa Mitsuba Aoi (tiga helai daun Aoi) hanya boleh digunakan garis keturunan
utama keluarga Tokugawa dan Tokugawa Gosankei. Putra-putra lain Tokugawa Ieyasu
hanya diberi nama keluarga Matsuidara dan tidak mendapatkan nama keluarga
Tokugawa.
Di
awal zaman Edo, keshogunan Tokugawa sangat kuatir terhadap Tozama Daimyo yang
dianggap memiliki kesetiaan yang tipis terhadap klan Tokugawa. Berbagai macam
strategi dirancang agar Tozama Daimyo tidak memberontak. Sanak keluarga klan
Tokugawa sering dikawinkan dengan Tozama Daimyo, walaupun sebenarnya tujuan
akhir keshogunan Tokugawa adalah memberantas habis semua Tozama Daimyo.
Keshogunan Tokugawa justru akhirnya berhasil ditumbangkan Tozama Daimyo dari
Satsuma, Choshu, Tosa, dan Hizen.
Keshogunan
Tokugawa memiliki sekitar 250 wilayah han yang jumlahnya turun naik sesuai
keadaan politik. Peringkat wilayah han ditentukan pemerintah berdasarkan total
penghasilan daerah dalam setahun berdasarkan unit koku. Penghasilan minimal
yang ditetapkan shogun untuk seorang daimyo adalah 10.000 koku. Daimyo yang
memegang wilayah makmur dan berpengaruh mempunyai penghasilan sekitar 1 juta
koku.
Hubungan
shogun dan kaisar
Keshogunan
Tokugawa menjalankan pemerintah pusat dari Edo, sedangkan penguasa sah Jepang
dipegang kaisar Jepang yang berkedudukan di Kyoto. Kebijakan pemerintahan
dikeluarkan istana kaisar di Kyoto dan diteruskan kepada klan Tokugawa. Sistem
ini berlangsung sampai kekuasaan pemerintah dikembalikan kepada kaisar di zaman
Restorasi Meiji.
Keshogunan
Tokugawa menugaskan perwakilan tetap di Kyoto yang disebut Kyōto Shoshidai
untuk berhubungan dengan kaisar, keluarga kaisar dan kalangan bangsawan.
Perdagangan
luar negeri
Keshogunan
Tokugawa mengeruk keuntungan besar dari monopoli perdagangan luar negeri dan
hubungan internasional. Perdagangan dengan kapal asing dalam jumlah terbatas
hanya diizinkan di Provinsi Satsuma dan daerah khusus Tsushima. Kapal-kapal
Namban dari Portugal merupakan mitra dagang utama keshogunan Tokugawa yang
diikuti jejaknya oleh kapal-kapal Belanda, Inggris dan Spanyol.
Jepang
berperan aktif dalam perdagangan luar negeri sejak tahun 1600. Pada tahun 1615,
misi dagang dan kedutaan besar di bawah pimpinan Hasekura Tsunenaga melintasi
Samudra Pasifik ke Nueva Espana dengan menggunakan kapal perang Jepang bernama
San Juan Bautista. Sampai dikeluarkannya kebijakan Sakoku pada tahun 1635,
shogun masih mengeluarkan izin bagi kapal-kapal Shuisen (Kapal Segel Merah)
yang ingin berdagang dengan Asia. Setelah itu, perdagangan hanya diizinkan
dengan kapal-kapal yang datang Tiongkok dan Belanda.
Daftar shogun klan
Tokugawa
Tokoh terkenal dalam
keshogunan Tokugawa:
2. Masa Setelah Restorasi Meiji
Politik luar negri Shogun Tokugawa dikenal dengan nama
politik Sakoku (tutup Negara untuk hubungan internasional) dan hanya
orang-orang Tionghoa dan belanda di perbolehkan dating dalam jumlah terbatas
pada waktu-waktu tertentu untuk mengadakan perdagangan.akan tetapi pada
pertengahan abad ke-19 ternyata bahwa dunia luar khususnya Inggris, Rusia dan
Amerika ingin membuka Jepang untuk kepentingan perdagangan
mereka.
Dan hal ini menjelma dengan kedatangan Comodor Perry dari AS
pada
tahun 1853 untuk meminta Jepang supaya membuka Negaranya guna hubungan
Internasional. Hal ini karena :
a. Pemerintahan Bakufu berpegang pada politik
isolasi, karena takut
dengan
masuknya pedagang-pedagang asing itu akan membawa Imprealisme
asing.
b. Pada tahun 1842 Tiongkok telah di buka
untuk bangsa Asing oleh
Inggris.
Kemudian di bagi dlam daerah-daerah atas pengaruh Inggris,
Prancis
dan Rusia. Setelah Tiongkok habis di bagi tinggal Jepang saja
yang
belum Di singgung.
c. U.S.A.(belum imprealistis) membutuhkan
tempat transit di tengah
jalan
pelayaran antara pantai barat U.S.A. dan tiongkok.
d. Kepulauan Jepang merupakan batu loncatan
ke Tiongkok yang baik.
Dari isi perjanjian Shimoda, 30 Maret 1854 tersebut telah
meyakinkan
Jepang
bahwa Negara-negara barat itu superior dalam persenjataan
modern.
Khususnya dalam perkapalan dan senjata api. Sehingga mau tidak mau Jepang harus
memenuhi permintaan Negara-negara barat tersebut. Hal ini menyebabkan suatu
krisis dalam pemerintahan dimana tokoh-tokoh
yang
anti Tokugawa menganjurkan untuk mengembalikan pemerintahan
ketangan
Tenno Heika. Dan pada tanggal 14 Desember 1867 terjadilah
Restorasi
Meiji yang berarti dikembalikan kekuasaan pada Tenno Heika
pada
waktu itu.
Hal
utama yang paling sulit adalah penghapusan kelas social lama dan
hak-hak
khusus bagi samurai. Hak-hak samurai di kurangi ( samurai
kehilangan
kedudukannya sebagai kaum birokrat yang turun temurun ) dan digantikan dengan
wajib militer. Tahun 1876,golongan samurai tidak
boleh
memakai pedangnya dan tanda pangkat serta di kurangi gajinya.
Sementara
pemerintahan di moderenisasi oleh model barat pada abad
ke-19.
kementrian keuangan, kementrian Angkatan darat, kementrian
Angkatan
Laut dan kementrian pendidikan ,pada 1878 menurut model
Jerman.
Peradilan, pertama-tama menurut model Prancis namun di ubah
menurut
jerman. Dalam bidang ekonomi di ciptakan suatu sistim perbankkan modern dengan
YEN sebagai satuannya yang harganya setengah dari dollar Amerika. Mercusuar di
bangun dan fasilits pelabuhan ditingkatkan. Seluruh wilayah di hubungkan dengan
telegrap dan jalan
kereta
api mulai di bangun. Pembangunan industri modern mulai di
bangun
seperti pemintalan sutra secara mekanis. Pemerintah membangun Industri secara
strategis seperti pabrik senjata dan mesin.
Mahasiswa-mahasiswa
di kirim ke luar negri untuk memperoleh
keahlian-keahlian
baru dan ahli-ahli barat di gaji besar untuk di
datangkan
ke Jepang. Hal ini bukan tanpa halangan, kaum samurai yang
banyak
kehilangan hak-hak merek memberontak pada tahun 1877 di
Satsuma,
namun berhasil di padamkan oleh tentara wajib militer.
Modernisasi
Jepang Akibat dari Restorasi Meiji
Restorasi
Meiji ini dibarengi degan re-organisasi dalam pemerintahan
dan
pembaharuan-pembaharuan dalam bidang sosial ekonomi dan
kebudayaan.
A. Pemerintahan
1.
Tenno menjadi kepala negara (bersifat. dewa abadi).
2.
Dihapuskannya sistem feodalisme.
3.
Daimnyo-daimnyo atau bangsawan dirubah kedudukannya dan dijadikan sebagai
pegawai negeri dan tanah-tanah yang mereka kuasai diserahkan kepada Tenno.
4.
Pemerintahan diatur secara barat dengan adanya kabinet dan parlemen.
5.
Disahkannya UUD pada tanggal 11 Februari 1890 oleh Tenno.
B. Militer
Dalam
bidang militer pemerintahan yang baru membangun angkatan
perangnya
secara modrn, di mana angakatan darat dipegang oleh keluarga Chosu dan dibuat
secara Jerman, dan angkatan Laut dipegang oleh keluarga Satsuma dibentuk secara
Inggris. Disamping itu tiap-tiap
warga
negara yang berumur 20 tahun dikenakan wajib militer dan setelah
itu
untuk praktek mereka dikirim ke daerah-daerah perbatasan yang
berbahaya.
Kementerian pertahanan tidak bertanggung jawab kepada
parlemen,
tetapi kepada Tennno dengan demikian kementerian pertahanan sangat kuat
kedudukannya dan akhirnya menjelma menjadi Gunbatsu (pemerintahan dictator
militer), Jepang pun memiliki angkatan
pertahanan
yang kuat karena setengah dari anggaran belanja negara
dipergunakan
untuk militer. Bersama dengan modernisasi angkatan perang ini timbul kemabali
apa yang dikenal sebagai semangat Bushido sebagai dasar jiwa ketentaraan.
Prajurit Jepang harus memegang teguh ajaran Bushido artinya menginsafi kedudukannya
masing-masing di dalam hidup ini, mempertinggi derjat dan kecakapan diri,
melatih dirinya lahir batin untuk menyempurnakan kecakapannya dalam
ketentaraan, memegang teguh disiplin, menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan
tanah air sampai titik darah yang terakhir. Mati untuk tenno adalah bentuk mati
yang sempurna dan termulia. Bushido inilah yang memberi kekuatan lahir batin
kepada tentara Jepang. Akibat dari modernisasi militer ini maka secara otomatis
golongan Samurai dihapuskan dan ini menyebabkan timbulnya pemberontakan yaitu
pemberontakan Satsuma.
Pemberontakan
Satsuma (Seinan Senso, Perang Barat Daya) adalah
pemberontakan
klan samurai Satsuma yang dipimpin Saigo Takamori
terhadap
Tentara Kekaisaran Jepang, yang berlangsung 11 bulan di awal
era
Meiji, dimulai pada tahun 1877. Perang saudara ini merupakan
perang
saudara terakhir dan terbesar di Jepang. Perang terjadi di
Kyushu,
tepatnya di tempat yang sekarang bernama Prefektur Kumamoto, Prefektur
Miyazaki, Prefektur Oita, Prefektur Kagoshima.
Pemberontakan
Satsuma disebabkan oleh adanya perubahan sistem pada
pemerintahan,
yang menyebabkan kekecewaan para samurai. Modernisasi Jepang telah menyebabkan
hilangnya kekuasaan samurai dan penghancuran sistem tradisional. Peraturan
Penghapusan Pedang Haito-rei yang melarang samurai membawa katana juga
merupakan salah satu penyebab terjadinya pemberontakan ini. Pemberontakan ini
dipimpin oleh Saigo Takamori, yang pada sepuluh tahun lalu memimpin pasukan
Jepang untuk mengalahkan samurai klan Tokugawa. Mulanya, Saigo setuju dengan
konsep Restorasi Meiji. Tapi,perlahan-lahan, ia jadi ikut membangkang, karena
Restorasi Meiji menghapus segala bentuk samurai dan atributnya. Slogan para pemberontak
adalah "Pemerintah Baru, Moralitas Tinggi" (Shinsei Kotoku). Mereka
tidak meninggalkan atribut Barat, seperti memakai meriam dan senjata api. Saigo
sebagai panglima perang juga memakai baju militer ala barat. Barulah di saat
stok senjata mereka habis, mereka memakai katana dan panah.
Pertempuran
berlangsung selama enam minggu, dan Saigo Takamori hanya memiliki 300-400
prajurit yang tersisa. Pada pertempuran terakhir,
yaitu
pertempuran Shiroyama, Saigo luka berat. Dalam keadaan hampir
tertangkap
pasukan pemerintah, Saigo melakukan seppuku pada 24
September
1877. Peperangan ini menghabiskan dana besar di pemerintah
Jepang,
sekaligus merupakan akhir dari kelas samurai di Jepang.
Sepuluh
tahun kemudian, Kekaisaran Jepang meminta maaf dan memberikan gelar kemuliaan
kepada Saigo Takamori sebagai samurai yang terakhir.
C.
Industri
Hal
ini ditempuh dengan melakukan modernisasi pada mesin-mesin
produksi
yang dibutuhkan bagi modernisasi perusahaan the, sutera,
pertanian
dan kemudian industri. Mesin-mesin tersebut diekspor secara
besar-besaran
dari Inggris, berikut ahli-ahli tekniknya didatangkan
dari
luar negeri terutama Inggris untuk mendirikan pabrik-pabrik,
dok-dok
dan pusat-pusat listrik. Dengan timbulnya industri timbul juga
golongan
baru di Jepang yaitu kapitalis baru yang berkuasa di bawah
militer.
D.
Pendidikan
Restorasi
Meiji juga membawa perubahan pada bidang pendidikan, dimana anak-anak Jepang
mulai endapatkan pendidikan secara barat hal yang tidak mungkin terjadi pada
masa Shogun. Dalam system baru ini tiap
anak
yang berumur 6 tahun sudah dikenakan kewajiban belajar dan itu
berlaku
bagi semua penduduk. Untuk tiap 600 penduduk diadakan 1
sekolah
rendah. Negara dibagi menjadi 8 daerah pendidikan, tiap daerah
diberi
32 buah sekolah menengah dan 1 buah universitas.
Hal
yang terpenting adalah pengiriman pelajar-pelajar keluar negeri
untuk
menyempurnakan ilmu pengetahuannya tentang Barat .Sekembalinya ke Jepang mereka
ditugaskan dalam pembangunan dan modernisasi Negara. Hal ini sangat berhasil
karena dalam 50 tahun jepang sudah menjadi Negara modern.
3. Jepang Masa Perang Dunia Ke-2
Jepang
sebuah negara industri maju tentunya patut kita contoh dalam hal perkembangan
teknologi tinggi di dunia. Jepang tentunya selain memiliki sisi cerah dan
cemerlang, juga memiliki sisi kelam sejarah yang memalukan yaitu keterlibatan
mereka khususnya dalam Perang Dunia II. Begitu memalukannya sehingga beberapa
sekolah tidak lagi mengajarkan sejarah keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia
II. Dalam sejarah yang sampai saat ini kita yakini kebenarannya, Jepang
merupakan sebuah negara agressor yang melakukan pendudukan atas beberapa negeri
di Asia, juga melakukan penyerangan atas Pangkalan AL AS di Pearl Harbor
tanggal 7 Desember 1941.
Tentunya
itulah yang kita baca dari buku-buku sejarah. Tetapi saat ini para ilmuwan
Jepang hendak kembali mempertanyakan sejarah yang melibatkan mereka pada perang
tersebut. Apakah mereka terlibat sebagai agresor yang melakukan penyerangan
atas bangsa-bangsa di Asia? Dalam pemikiran para ilmuwan Jepang terbaru saat
ini, mencoba untuk melihat dalam sisi atau perspektif yang berbeda. Mereka
memiliki pemikiran yang keluar dari pakem sejarah saat ini. Keterlibatan Jepang
dalam Perang Dunia II saat itu menurut ilmuwan Jepang tersebut bukanlah
bertujuan untuk melakukan agresi terhadap bangsa-bangsa di Asia. Jepang terlibat
karena adanya kesadaran atas kekuatan dominasi dunia khususnya yang dilakukan
oleh AS dan sekutunya yang sangat mendominasi kekuatan ekonomi dunia saat itu.
Banyak negara barat kapitalis yang menghisap kekayaan bangsa-bangsa Asia.
Banyak bangsa Asia yang telah merasakan penderitaan atas kekuatan barat di
tanah mereka. Atas nama kemerdekaan Asia, Jepang terpanggil untuk mengusir
kekuatan kolonialisme Barat di tanah Asia.
Para
pemimpin dunia saat itu tampaknya berterimakasih atas keterlibatan Jepang di Asia
untuk memerdekakan bangsanya dari ketertundukan dan penjajahan negara kapitalis
barat. Seorang pemimpin India saat itu menyatakan bahwa Jika Jepang terlibat
dalam perang Asia sejak awa, maka India akan merdeka dari Inggris jauh-jauh
hari yang lalu. Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia ini juga mengakibatkan
Indonesia saat itu sangat berterimakasih. Dalam sebuah buku yang dtulis oleh
ilmuwan Jepang, Indonesia mampu menggerakkan kekuatan militer yang rata-rata
diambil dari pasukan PETA bentukan Jepang. Dengan pasukan PETA itulah maka
Indonesia memiliki kekuatan melawan Belanda untuk merdeka.
Sejarah
keterlibatan Jepang kemudian menjadi kelam menurut mereka karena kelalahan
Jepang dalam Perang tersebut. Dalam putusan Pengadilan Perang di Tokyo
menganggap bahwa Jepang adalah yang dipersalahkan dalam Perang tersebut. Para
pelaku agresor adalah termasuk dalam kualifikasi penjahat Perang. Itulah yang
kemudian menurut mereka menjadi dasar kesalahan Jepang dalam perang Asia.
Tentunya sejarah dibuat oleh para pemenang bukan oleh yang kalah. Seorang
pemberontak akan disebut sebagai penjahat ketika ia kalah, tetapi ia akan
dianggap pahlawan yang melawan kesewenang-wenangan ketika sang penjahat itu
menang. Tentunya Jepang dalam mencoba menggali sejarah baru tersebut, harus
pula melihat serta mengkaji keterlibatan mereka dalam peristiwa Romusha dan
Jugun Ianfu yang merugikan banyak nyawa dan kehormatan manusia.
Terlepas
sejarah versi Jepang atau versi Amerika sebagai pemenang perang yang benar,
disinilah sejarah kemudian direkonstruksi, direkayasa untuk kepentingan pihak
yang menang, atau pihak yang berkuasa karena sejarah akan diperlukan untuk
membenarkan kelanggengan sebuah hegemoni kekuasaan. Tentunya jika pihak Jepang
yang menang dalam Perang Dunia II tersebut maka tentunya sejarah akan diarahkan
demi kepentingan Jepang pula. Pihak AS dan sekutu yang akan dipersalahkan
sebagai negara yang melakukan kejahatan perang, penjajahan atas bangsa-bangsa
Asia. Itulah uniknya sejarah, kita menikmatinya, mencacinya, memujinya,
melanggengkannya atas tujuan dan kepentingan apapun, karena tak ada sejarah
yang mutlak, ia akan tampak menjadi potongan-potongan puzzle yang terus akan
selalu direkonstruksi dari generasi ke generasi.
Sejarah
mengajarkan kepada kita bagaimana perilaku umat manusia pada masa lalu yang
dapat kita ambil sebagai sebuah contoh baik buruk maupun baik. Sejarah bisa
menjadi tauladan bagi generasi di masa yang akan datang. Sejarah juga menjadi
hal yang sangat menarik untuk diperdebatkan tidak saja oleh kalangan sejarawan,
tetapi juga kalangan apapun yang berusaha untuk menikmatinya.
4. Jepang Setelah Masa Perang Dunia ke-2
Pasca Perang Dunia, usaha Jepang dalam bidang pengetahuan
semakin menggila. Jepang mengaturnya agar masyarakat Jepang mendapatkan
pengetahuan dalam kelompok-kelompok. Berbagai kalangan membentuk
kelompok-kelompok, dari kelompok anak-anak, remaja, wanita, pria dan lain
sebagainya. Kelompok-kelompok ini melakukan pertemuan secara rutin dan sifatnya
mendesak. Setiap kali pertemuan selalu ada saja info-info yang dapat dibagikan.
Atau pengalaman-pengalaman yang mereka lewati dan dapat dijadikan pelajaran
bagi yang lainnya. Sehingga setiap kali pertemuan ada saja progress info yang
didapatkan.
Pemerintah Jepang menjadikan belajar sebagai kegiatan sosial
bahkan menjadikannya sebagai kegemaran sosial. Murid-murid sangat menghormati
guru, karena nilai-nilai sosial kehidupan sangat diterapkan dengan benar.
Nilai-nilai sosial ini menghasilkan pelajar yang santun, baik, memperlihatkan
kesederhanaan, kerendahan hati, ketekunan dan kesabaran. Hal ini menjadi budaya
terpelajar dalam ciri pendidikan Jepang.
Dalam buku Ezra Vogel, dikatakan bahwa pemerintah Jepang
sangat luar biasa berperan dalam memajukan pendidikan di negerinya. Karena
belajar ditetapkan sebagi kegiatan sosial, maka masyarakat Jepang sangat diberi
kemudahan dalam mengakses ruang-ruang publik untuk belajar. Adanya penerjemahan
buku-buku asing yang banyak dilakukan oleh pemerintah. Sarana pendidikan
difasilitasi juga melalui acara-acara di media elektronik seperti televisi.
Bahkan ada stasiun televisi yang khusus tentang pendidikan. Dan pemerintah
tidak main-main dalam mendukung fasilitas tersebut, terlihat dari alokasi dana
yang besar demi terciptanya sarana prasarana untuk fasilitas pendidikan.
Pemerintah Jepang juga menggalakkan olahraga bagi
masyarakatnya. Mengapa? Karena Pemerintah Jepang berpandangan bahwa dengan
olahraga bisa menjadi sarana untuk belajar dan pendidikan dasar. Olahraga
baseball, softball, cricket, hockey, football adalah olahraga ala Barat yang
membutuhkan kerjasama. Dalam olahraga masyarakat akan bekerjasama dalam tim,
dilatih dalam hal kepemimpinan, bagaimana mengarahkan kawan-kawan, bagaimana
merancang sebuah strategi, bagaimana mempelajari taktik lawan, bagaimana
memotivasi kawan-kawan. Dikaitkan dengan budaya belajar di Jepang yang
terbentuk dalam kelompok-kelompok, maka apa yang telah dilakukan dalam kegiatan
olahraga akan terlatih dengan sendirinya dalam kegiatan belajar juga.
Selain itu, olahraga memberikan dampak positif bagi kehidupan
sehari-hari masyarakatnya, karena selalu segar, aktif, memiliki ambisi yang
tinggi, selalu semangat dan optimis, berpengaruh hingga pada IQ yang tinggi.
Karena otak mereka selalu terus menerus dilatih dan diasah.
Olahraga
lainnya adalah renang. Ya, orang Jepang dikenal dengan postur tubuh yang
pendek. Tapi justru hal itu yang menjadikan mereka terus menerus berlatih dan
tidak ingin berlindung di balik badan mereka yang kecil. Catatan performa para
siswa Jepang terutama dalam bidang matematika dan ilmu alam selama dua dekade
terakhir senantiasa menjadi tolok ukur kesuksesan itu.
Namun sebetulnya dibalik kesuksesan itu, Jepang sendiri
sempat mengalami kekurangpuasan dengan sistem pendidikan yang mereka miliki,
khususnya antara tahun 1980-an sampai sekitar tahun 1990-an. Akibatnya,
kementrian pendidikan berupaya melakukan serangkaian reformasi yang berpengaruh
pada kebijakan-kebijakan pendidikan yang berkembang saat ini. Meski begitu,
kebijakan-kebijakan atas reformasi itu sendiri masih sering menjadi bahan
perdebatan di kalangan para stakeholder dan pemerhati pendidikan. Perdebatan
ini banyak terjadi antara mereka yang tamat dari sekolah-sekolah dalam negeri
dan mereka yang tamat dari luar negara. Selain itu, selama bertahun-tahun
sistem pendidikan di negeri sakura ini dinilai terlalu kaku dalam
mengaplikasikan ujian masuk bagi para calon siswa baru serta semata-mata
menekankan kemampuan ingatan terhadap fakta-fakta yang ada. Fenomena inilah
yang kemudian menggugah kementrian pendidikan, budaya, olahraga, ilmu
pengetahuan serta teknologi (MEXT) untuk memelopori “Yutori Kyoiku”, suatu
reformasi pendidikan guna meredam intensitas tersebut.
Namun demikian, aplikasi pada reformasi ini bukannya membuat
perdebatan reda, tetapi justru menyulut berbagai percikan kritikan baru. Di
satu pihak, ada yang berupaya mengembalikan sistem pendidikan Jepang pada
agenda awal dengan mengembalikan fungsi kurikulum secara penuh. Di lain pihak
ada yang bersikukuh mendorong Jepang makin meningkatkan standar akademik, seiring
dengan pengembangan program “Super Science” untuk siswa-siswi sekolah lanjutan
atas, yang notebene untuk mereka dengan kemampuan di atas rata-rata.
Kecenderungan sosial akademik ini tidak bisa dibendung dan sejumlah sekolah
lokal mengembangkan kebijakan orientasi pada pasar (market-oriented policies)
seperti misalnya berlomba-lomba untuk menjadi sekolah pilihan.
Perkembangan dalam sistem pendidikan Jepang modern, yang
sebetulnya sudah dimulai semenjak akhir Perang Dunia II membawa berbagai dampak
dalam kehidupan masyarakatnya. Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi
negara ini, memungkinkan hampir seratus persen warganya bisa mengenyam
pendidikan dasar dan tercatat 90 persen dari orang muda Jepang berkesempatan
melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang pendidikan menengah atas.
Disinilah fenomena ujian masuk menjadi suatu mekanisme utama
guna menyalurkan para siswa muda tersebut. Namun karena tidak semua siswa
berhasil, baik itu berhasil menjadi siswa dari sekolah yang mereka impikan atau
bahkan berhasil untuk lulus ujian masuk sekalipun, maka “Yutori Kyoiku” mulai
dicetuskan terlebih guna membuat para siswa lebih rileks menjalani proses
pembelajaran yang selama ini mereka alami.
Jepang
sekarang bukanlah Jepang yang kita kenal pada saat pemerintahan Bakufu dimana
Jepang menutup diri dengan dunia luar, mereka berpandangan bahwasannya ketika
daerah mereka dibuka untuk pedagang asing setidaknya mereka telah
mempersilahkan kekuatan imperialisme asing menguasai tanah mereka. Sehingga
hanya kesengsaraan yang mereka dapatkan. Akan tetapi, akibat politik isolasi
inilah, Jepang tertinggal dari Negara-negara lainnya, baik secara perekonomian,
teknologi militer, dan lain sebagainya, berpikir agar tidak ingin tanah mereka
dijajah mereka mempersilahkan bangsa Barat untuk ikut andil dalam proses
perubahan di Jepang yang tentunya ini dimanfaatkan betul oleh bangsa Jepang
untuk belajar bagaimana bangsa barat mengembangkan perekonomian, militer,
maupun aspek kehidupan yang lainnya.
Kemajuan perekonomian Jepang saat
ini tidaklah menyeluruh di semua lapisan masyarakat, prinsip dasarnya ialah
siapa yang mempunyai modal besar dan keahlian yang mumpuni untuk bergelut dalam
bidang perekonomian maka sesorang tersebut akan memegang kunci perekonomian,
namun disisi lain bagi seseorang yang tidak mempunyai cukup modal ditambah
tidak mempunyai keahlian maka mereka hanya menjadi kelas kedua dalam penguasaan
perekonomian, sehingga kita tinggal menunggu saja persaingan yang tidak sehat
dalam bidang perekonomian. Hal ini sebenarnya sudah muncul ketika pada awal
pembukaan jepang dimana golongan samurai yang tidak mempunyai keahlian dalam
bidang perekonomian harus bersaing dengan para shogun yang begitu menikmati
keuntungan akan pembukaan Jepang tersebut. Keadaan tersbut tidaklah begitu
menguntungkan bagi Negara Jepang sendiri. Maka untuk itu ketika Meiji naik
menjadi penguasa Jepang salah satu isi proklamasinya ialah harus bersatu untuk
mentjapai kesejahteraan bangsa dan mendapatkan ilmu pengetahuan sebanyak
mungkin untuk membangun Negara. Salah satu pilar dalam membangun Negara yang
besar yaitu ditopang oleh pondasi perekonomian yang kuat.
Sebuah evolusi yang mencengangkan
di mana Jepang pada awalnya Negara yang tidak ingin bekerjasama dengan negara
lain, kini menjadi Negara yang bebas menjalankan kerjasama dalam bidang
perekonomian. Salah satu pembangunan besarnya ialah industri Sudah kita ketahui
bersama kemajuan industri Jepang sekarang merupakan buah dari kerja keras
mereka ketika membangun pondasi industri.
‘mula-mula
Jepang bekerja keras untuk menambah produksi teh dan sutera (masih secara kuno)
yang sangat laku diluar negeri, untuk mendapatkan devisa luar negeri yang cukup
banyak untuk dapat membeli mesin-mesin modern yang dibutuhkan bagi modernisasi
perusahaan teh, sutera, pertanian dan kemudian industri. Mesin-mesin di impor
sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dari Inggris. Ahli-ahli teknik
didatangkan dari luar negeri (terutama dari Inggris) untuk mendirikan
pabrik-pabrik, dok-dok, dan pusat listrik. Industri tekstil berkembang dengan
hebatnya dan langsung menjadi competitor bagi Inggris dalam pasar tekstil di
Asia’ (soebantardjo, 1958: 13).
Sebuah keyakinan bahwa membangun perekonomian yang besar
bukan dengan cara yang instan. Akan tetapi, dibutuhkan keseriusan untuk
memajukan perekonomian, dan kita perlu berkaca pada Jepang.
Keikutsertaan
Jepang dalam Perang Dunia II membawa dampak yang sangat buruk terutama bagi
perekonomian Jepang, kekalahan tersebut seakan-akan meremukkan sendi-sendi
perekonomian Jepang, peristiwa pengeboman Kota Hiroshima dan Kota Nagasaki
sebagai titik bahwa Jepang harus takluk terhadap kekuasaan Amerika Serikat.
Akibatnya sebagai negara yang kalah perang
Jepang harus membayar ganti rugi. Tahun 1960-an di bawah Perdana Menteri
Ikeda Hayato, Jepang mulai
memperlihatkan grafik kenaikan ekonomi secara signifikan, salah satu kebijakan
perekonomiannya ialah PM Ikeda mengusahakan agar pendapatan masyarakat
meningkat serta perbaikan diberbagai sektor ekonomi, pembukaan investasi dari
berbagai negara dan membuka suplai dari amerka serikat. Selain ikut andilnya
Amerika Serikat dalam pertumbuhan perekonomian Jepang, rupanya ada satu hal
yang menjadi titik ketidakcermatan Jepang ialah ketika pada tahun 1970-an mata
uang Yen kalah bersaing dengan Dollar, akibatnya terjadi kekacauan pada system
perekonomian Jepang.
Ketimpangan nilai tukar Yen
(Jepang) dengan Dollar (Amerika Serikat) tentunya memberikan dampak yang tidak
sedikit bagi perekonomian Jepang, sehingga pada tahun 1985 Jepang menerapkan
strategi perekonomiannya yaitu ia meminta kepada peserta perdagangan yang
tergabung dengan G-5 agar nilai mata uang Yen dinaikkan terhadap dollar, angin
segar ini lalu ditindaklanjuti dengan membukan FDI (Foreign Direct Investmen)
itu artinya Jepang melebarkan sayap perekonomiannya dengan membangun
industry-industri di berbagai Negara, hal ini dimaksudkan agar Jepang mampu
memproduksi berbagai macam barang diberbagai Negara. Disisi lain kebijakan ini
merugikan bagi Negara-negara yang menerima hijrahnya perusahaan-perusahaan
Jepang ke negaranya. Bila saja produk yang sama dalam satu Negara harus
bersaing dengan barang yang sama akan tetapi dimiliki oleh perusahaan yang
besar tentunya akan menimbulkanpersaingan yang tidak sehat. Dan secara tidak
langsung Jepang sedang memonopoli perdagangan di Negara lain.
B. Rahasia Kejayaan Jepang
1. Proses Pendidikan di Jepang
Pesatnya
perkembangan teknologi dan industri di negeri matahari terbit, sudah tak bisa
disangkal lagi. Berbagai negara berdatangan hendak mencontoh kesuksesan sistem
pendidikan yang selama ini dikembangkan di negeri ini. Catatan performa para
siswa Jepang terutama dalam bidang matematika dan ilmu alam selama dua dekade
terakhir senantiasa menjadi tolok ukur kesuksesan itu.
Namun
sebetulnya dibalik kesuksesan itu, Jepang sendiri sempat mengalami
kekurangpuasan dengan sistem pendidikan yang mereka miliki, khususnya antara
tahun 1980an sampai sekitar tahun 1990an. Akibatnya, kementrian pendidikan
berupaya melakukan serangkaian reformasi yang berpengaruh pada
kebijakan-kebijakan pendidikan yang berkembang saat ini. Meski begitu,
kebijakan-kebijakan atas reformasi itu sendiri masih sering menjadi bahan
perdebatan di kalangan para stakeholder dan pemerhati pendidikan.
Menurut
catatan Christopher Bjork dan Ryoko Tsuneyoshi, berbagai penelitian yang
dipublikasi selama periode dua dekade dari abad ke 20 banyak mengetengahkan isu
komparatif guna mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem pendidikan di Jepang
dibanding dengan negara-negara yang lain. Hasilnya secara umum hanya
menggarisbawahi aspek-aspek yang unggul dari sistem pendidikan tersebut,
misalnya dasar yang kuat yang ditanam pada para siswa untuk bidang studi
matematika dan ilmu pasti, komitmen masyarakat yang kuat pada keunggulan
akademik, keselarasan hubungan antara pengajar dan peserta didik, serta budaya
pengajaran yang sarat perencanaan dan implementasi yang matang.
Seiring
dengan melimpahnya kekaguman berbagai bangsa luar, termasuk Indonesia atas
sistem yang dikembangkan tersebut berbagai perdebatan seputar hakikat dan
tujuan sistem itu beserta dampak-dampak yang ditimbulkannya mewarnai dinamika
pendidikan di negara ini.
Perdebatan
ini banyak terjadi antara mereka yang tamat dari sekolah-sekolah dalam negeri
dan mereka yang tamat dari luar negara. Selain itu, selama bertahun-tahun
sistem pendidikan di negeri sakura ini dinilai terlalu kaku dalam
mengaplikasikan ujian masuk bagi para calon siswa baru serta semata-mata
menekankan kemampuan ingatan terhadap fakta-fakta yang ada.
Fenomena
inilah yang kemudian menggugah kementrian pendidikan, budaya, olahraga, ilmu
pengetahuan serta teknologi (MEXT) untuk memelopori “Yutori Kyoiku”, suatu
reformasi pendidikan guna meredam intensitas tersebut.
Namun
demikian, aplikasi pada reformasi ini bukannya membuat perdebatan reda, tetapi
justru menyulut berbagai percikan kritikan baru. Di satu pihak, ada yang
berupaya mengembalikan sistem pendidikan Jepang pada agenda awal dengan
mengembalikan fungsi kurikulum secara penuh. Di lain pihak ada yang bersikukuh
mendorong Jepang makin meningkatkan standar akademik, seiring dengan
pengembangan program “Super Science” untuk siswa-siswi sekolah lanjutan atas,
yang notebene untuk mereka dengan kemampuan di atas rata-rata.
Kecenderungan
sosial akademik ini tidak bisa dibendung dan sejumlah sekolah lokal
mengembangkan kebijakan orientasi pada pasar (market-oriented policies) seperti
misalnya berlomba-lomba untuk menjadi sekolah pilihan.
Berbagai
perdebatan yang muncul tersebut seakan-akan mempertanyakan sistem pendidikan
yang sedang berkembang di Jepang saat itu, bahkan ada beberapa dari mereka
berpendapat bahwa sistem pendidikan Jepang saat itu ada dalam suatu titik
genting. Di tengah-tengah tantangan untuk mengurangi beban tekanan akademis
bagi para siswa, pengembangan motivasi belajar, kemampuan berpikir kritis ada
sejalan dengan upaya untuk membekali para siswa pada kemampuan-kemampuan
akademik dasar.
Para
pendidik pun disibukkan untuk menggali berbagai pendekatan yang sekiranya tidak
hanya bisa menjawab pertanyaan para stakeholder tersebut, namun juga bisa tetap
berada pada jalur kurikulum yang telah mereka sepakati.
Perkembangan
dalam sistem pendidikan Jepang modern, yang sebetulnya sudah dimulai semenjak
akhir Perang Dunia II membawa berbagai dampak dalam kehidupan masyarakatnya.
Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi negara ini, memungkinkan hampir
seratus persen warganya bisa mengenyam pendidikan dasar dan tercatat 90 persen
dari orang muda Jepang berkesempatan melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang pendidikan
menengah atas.
Disinilah
fenomena ujian masuk menjadi suatu mekanisme utama guna menyalurkan para siswa
muda tersebut. Namun karena tidak semua siswa berhasil, baik itu berhasil
menjadi siswa dari sekolah yang mereka impikan atau bahkan berhasil untuk lulus
ujian masuk sekalipun, maka “Yutori Kyoiku” mulai dicetuskan terlebih guna
membuat para siswa lebih rileks menjalani proses pembelajaran yang selama ini
mereka alami.
Kemudian
kurikulum 2002 disahkan menjadi kurikulum nasional yang telah direvisi dari
kurikulum sebelumnya serta disesuaikan dengan semangat “Yutori Kyoiku”. Muatan
pada kurikulum itu sendiri dikurangi hingga 30 persen. Ini berpengaruh pada
jumlah jam tatap muka guru dan siswa, termasuk untuk bidang studi matematika
dan IPA dari 175 jam di tahun 1977 menjadi 150 jam di tahun 1998. Kebijakan ini
selanjutnya mempengaruhi juga hari efektif sekolah yang berkurang dari 6 hari
menjadi 5 hari.
“Yutori
Kyouiku” juga memberi kesempatan bagi siswa kelas 3 sekolah dasar sampai dengan
kelas 12 sekolah lanjutan untuk mengalami proses belajar di luar kelas, melalui
program yang dikenal sebagai program terpadu (sogotekina gakushu). Tujuan utama
program ini memberi kesempatan para siswa untuk belajar mandiri serta berpikir
kritis.
Nilai
hasil belajar tinggi yang mereka peroleh di kelas akan menjadi mubazir apabila
mereka tidak bisa menterjemahkannya dalam lingkungan sosial mereka sehari-hari.
Oleh sebab itu, atas kerjasama dengan pemerintah, sekolah dan dengan berbagai
perusahan serta lembaga setempat, anak-anak sekolah dalam waktu-waktu tertentu
dilibatkan dalam proses produksi suatu usaha atau layanan jasa. Melalui
keterlibatan tersebut, siswa diminta untuk melakukan observasi dan terbuka
dengan berbagai pertanyaan kritis. Hasil penelitian itu selanjutnya akan mereka
catat dan presentasikan sebagai kesimpulan dari proses belajar.
Poin
yang ingin digarisbawahi melalui program ini, bahwa proses belajar tidak hanya
terbatas dalam lingkup sekolah saja. Memang sekolah diakui sebagai tempat
pertama pengembangan aspek kognitif siswa, namun lingkungan di luar sekolah pun
sama pentingnya, terutama sebagai ajang pembelajaran dan pengembangan aspek
psikomotorik serta afektif mereka. Kesinambungan antar semua proses belajar ini
akan membawa para siswa untuk memiliki “kemampuan baru” dan hal ini oleh
kementrian pendidikan dijadikan batu pijakan reformasinya menuju suatu visi
pendidikan ke depan.
Prinsip
ini berusaha menjawab permasalahan yang dikritik sebelumnya tentang
superioritas sekolah yang terlalu besar serta kaku. Sebelumnya pendekatan
tradisional sekolah inilah yang disinyalir membuat para siswa pasif dengan
lebih menekankan kemampuan siswa untuk mengingat fakta daripada membimbing
mereka untuk berpikir serta berkreasi.
Apakah
reformasi pendidikan di negeri asal Mushashi ini bisa berlangsung dengan
lancar? Seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa berbagai perdebatan sengit
muncul seiring dengan diterapkannya kebijakan baru ini. Beberapa pihak
mengkritik hasil ujian Matematika dan Ilmu Alam menurun sejak dibuatnya program
yang membuat siswa lebih rileks dalam menjalani proses pendidikannya dan ini
dinilai sebagai suatu kemunduran. Namun MEXT sendiri menanggapi bahwa fenomena
hasil itu bukanlah suatu kemunduran tapi refleksi terhadap suatu proses.
Lebih
lanjut beberapa ahli yang mendukung ide pendidikan liberal, berpendapat bahwa
perdebatan terhadap krisis pendidikan adalah suatu reaksi kegelisahan
sementara, yang secara kebetulan disulut oleh munculnya berbagai kesulitan dan
stagnasi ekonomi global saat ini. Selain itu munculnya rasa kurang percaya diri
mereka pada sistem politik national dan kekawatiran terhadap moral anak muda
Jepang juga menjadi tren berbagai masalah sosial belakangan ini. Oleh karena
itu, sekolah sangat diharapkan mampu mengembangkan pola berpikir kritis ini,
yang dalam prakteknya tidak dipisahkan dari proses belajar secara keseluruhan
itu sendiri.
Para
pengajar dan orang tua pun mengalami dampak langsung dari aplikasi “Yutori
Kyoiku” ini. Banyak staf pengajar juga awalnya cukup kelimpungan dengan sistem
baru ini. Selain karena sistem ini seakan memutarbalikkan haluan yang selama
ini sudah mereka telusuri secara nyaman, tuntutan pengembangan pola berpikir
kritis menjadi tugas baru yang besar, di luar tugas utama mereka untuk tetap menjadikan
para siswanya mahir dalam kemampuan pendidikan dasar.
Namun
sebagian besar dari para pengajar ini mensyukuri kehadiran sistem baru ini
beserta metode terpadunya karena mereka melihat para murid menjadi lebih
termotivasi dengan apa yang ingin mereka tekuni. Lebih lanjut, para pengajar
pun punya kesempatan lebih luas untuk mendalami konsep-konsep mengajar dengan
adanya pengurangan waktu tatap muka tersebut.
Lalu
bagaimana dengan pandangan orang tua? Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan
MEXT pada tahun 2003, diketahui bahwa hanya sebagian dari orang tua yang
menyadari keberadaan sistem yang baru ini, namun kebanyakan dari mereka belum
mengenal baik spesifikasi pada reformasi sistem ini. Mungkin hanya sekitar 20
persen dari mereka yang sudah mencermati dan mengerti sampai pada tujuan
diterapkannya sistem ini. Akan tetapi bagi para orang tua yang memiliki tingkat
mobilitas tinggi, keberadaan sistem ini akan membuat mereka lebih nyaman untuk
membawa serta anak-anak ke tempat mereka bertugas, karena tuntuntan sekolah
setempat tidak lagi seketat dan sekaku sebelumnya.
Akhir
kata, sistem pendidikan Jepang modern yang dimulai setelah perang dunia II ini
memang dirancang untuk sebuah negara dengan perkembangan modernisme yang
tinggi. Selama ini sistem pendidikan di Jepang dianggap sukses dan efesien
dalam mengajarkan para siswanya dan menjadikan mereka berprestasi, namun semua
itu ternyata belum cukup. MEXT dan para ahli pendidikan jaman ini menegaskan
apabila pendidikan hanya ditekankan guna menyiapkan siswanya untuk duduk pada
ujian masuk, ditambah dengan beban sejumlah besar muatan kurikulumnya akan
menumpulkan minat belajar mereka. Untuk menjawab tantangan ini, berbagai upaya
guna penerapan pola berpikir kritis, aplikasi pengetahuan pada kehidupan nyata
serta metode “hands-on learning” menjadi tren yang baru di negeri ini.
Di
balik semua itu apa hikmah yang bisa kita ambil buat sistem pendidikan di
negara kita? Memang sistem pendidikan di negara kita mungkin tidak sekaku apa
yang terjadi di Jepang, tapi bagaimana dengan konsistensi, efisiensi dan
efektifitas dari proses itu sendiri? Ini tidak hanya menjadi pekerjaan rumah
bagi para penulis kebijakan, tapi juga semua aspek termasuk guru dan orang tua
siswa. Walau lain lubuk memang lain belalangnya, namun semoga informasi ini
bisa menggugah semua pihak yang berkecimpung atau tertarik dengan sistem
pendidikan nasional Indonesia.
2. Masyarakat Jepang pekerja keras
Berbicara tentang kedisiplinan dan komitmen untuk lakukan
yang terbaik, budaya kerja bangsa Jepang bisa dijadikan sebagai contoh. Bangsa
Jepang dikenal sebagai bangsa yang disiplin dan tingkat produktivitasnya
tinggi. Berkat budaya kerjanya itu maka mereka bisa menjadi bangsa yang tingkat
ekonominya sejajar dengan negara-negara maju di Eropa dan Amerika.
Orang jepang terkenal dengan etos kerjanya yang luar biasa.
Etos kerja ini memiliki peranan penting atas kebangkitan ekonomi jepang,
terutama setelah kekalahan Jepang diperang dunia kedua. Dulu orang Jepang
bukanlah orang yang memiliki etos kerja yang tinggi. Mereka tidak disiplin dan
lebih senang bersantai dan menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang.
Namun
kekalahan Jepang pada perang dunia kedua mengubah keadaan yang serba santai
dimasa lalu. Ekonomi Jepang kacau balau, pengangguran dimana-mana. Saat itu
mereka tidak punya pilihan lain selain bekerja dengan sangat keras agar bisa
survive. Kondisi yang serba tidak enak itu secara tidak langsung menempa
kedisiplinan mereka dan memiliki peran yang sangat signifikan dalam pembentukan
etos kerja mereka yang begitu mengagumkan. Etos kerja tersebut menular ke
generasi selanjutnya dalam konsep moral yang ditanamkan dengan ketat melalui
jalur pendidikan.
Berbagai
disiplin bangsa Jepang ditempat kerja mereka akan diuraikan dalam berbagai
contoh sbb:
1. Prinsip
Bushido
Prinsip
tentang semangat kerja keras yang diwariskan secara turun- menurun. Semangat
ini melahirkan proses belajar yang tak kenal lelah. Awalnya semangat ini
dipelajari Jepang dari barat. Tapi kini baratlah yang terpukau dan harus
belajar dari Jepang.
2.
Prinsip Disiplin Samurai
Prinsip
yang mengajarkan tidak mudah menyerah. Para samurai akan melakukan harakiri
(bunuh diri) dengan menusukkan pedang ke perut jika kalah bertarung. Hal ini
memperlihatkan usaha mereka untuk menebus harga diri yang hilang akibat kalah
perang. Kini semangat samurai masih tertanam kuat dalam sanubari bangsa Jepang,
namun digunakan untuk membangun ekonomi, menjaga harga diri, dan kehormatan
bangsa secara teguh. Semangat ini telah menciptakan bangsa Jepang menjadi bangsa
yang tak mudah menyerah karena sumber daya alamnya yang minim juga tak menyerah
pada berbagai bencana alam, terutama gempa dan tsunami.
3.
Konsep Budaya Keishan
Perubahan
secara berkesinambungan dalam budaya kerja. Caranya harus selalu kreatif, inovatif,
dan produktif. Konsep Keisan menuntut kerajinan, kesungguhan, minat dan
keyakinan, hingga akhirnya timbul kemauan untuk selalu belajar dari orang lain.
4.
Prinsip Kai Zen
Mendorong
bangsa Jepang memiliki komitmen tinggi pada pekerjaan. Setiap pekerjaan perlu
dilaksanakan dan diselesaikan sesuai jadwal agar tidak menimbulkan pemborosan.
Jika tak mengikuti jadwal, maka penyelesaian pekerjaan akan lambat dan
menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, perusahaan di Jepang menerapkan
peraturan “tepat waktu”. Inilah inti prinsip Kai Zen: optimal biaya dan waktu
dalam menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.
5.
Perusahaan untung besar, saya juga akan untung
Disiplin
dan semangat kerja inilah yang membentuk sikap dan mental kerja yang positif.
Disiplin juga menjadikan para pekerja patuh dan loyal pada perusahaan atau
tempat mereka bekerja. Mereka mau melakukan apa saja demi keberhasilan
perusahaan tempat mereka bekerja, bahkan hebatnya mereka sanggup bekerja lembur
tanpa mengharapkan bayaran tambahan. Karena mereka beranggapan jika hasil
produksi meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan besar, secara otomatis
mereka akan mendapatkan kompensasi setimpal. Dalam pikiran dan jiwa mereka
sudah tertanam keinginan melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Gagal melakukan
tugas sama halnya mempermalukan diri sendiri, bahkan harga diri mereka merasa
hilang.
6.
Malu, kalau pulang lebih cepat
Mereka
yang pulang lebih cepat dianggap sebagai pekerja yang tidak penting dan tidak
produktif. Ukuran nilai dan status orang
Jepang didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang dihabiskan di
tempat kerja. Kecintaan orang Jepang pada pekerjaannya, membuat mereka fokus
pada pekerjaannya. Tanpa ada pengawas pun mereka bekerja dengan baik, penuh
dedikasi, dan disiplin.
7. Kerja
ya kerja, istirahat betul-betul istirahat
Ketika
jam 8 pagi masuk kerja, tak ada lagi obrolan dan canda, mereka langsung bekerja
di komputer masing-masing atau sibuk langsung di depan workstation
masing-masing. Baru ketika tiba saatnya hiru gohan no jikan (makan siang)
mereka hentikan aktivitas masing-masing dan bercanda ria dengan teman-teman
sambil menuju shokudo (kantin).
8.
Tidur 30 menit, di waktu jam istirahat
60
menit jam makan siang, rata-rata dibagi 30 menit untuk urusan makan siang, 30
menit untuk tidur sejenak, guna memulihkan energi lagi. Mereka akan sisihkan
waktu untuk tidur sambil merebahkan kepala di meja kerja masing-masing.
Re-charge energi.
9.
Disiplin soal kecil-kecil
*
Sampah yang jatuh di area kerja, harus dipungut dengan tangan kosong (sude),
tidak boleh memakai alat.
* Jika
menemukan puntung rokok atau permen karet, Anda harus segera pungut, tidak
peduli siapa yang membuangnya, Anda tidak boleh pura-pura seolah tidak
melihatnya.
Tidak
ada sukses yang diraih tanpa disiplin diri dan semangat kerja yang tinggi.
Tuhan sudah menyediakan berkat-berkatNya untuk kita semua, tinggal kita yang
"menggali berkat" tersebut dengan semangat dan disiplin kerja yang
tinggi.
Daftar Pustaka
Eka, Christianus I Wayan.
2009. “Bercermin pada Sistem Pendidikan di Jepang”. http://pakguruonline.pendidikan.net/wacana_pdd_frameset.html. Minggu, 6 April 2014.
Anzai, Haruki. 2011.
“Hakko Ichiu : salah satu alasan Jepang ikut dalam Perang Dunia II”. http://haruk1.wordpress.com/2011/01/21/hakko-ichiu-salah-satu-alasan-jepang-ikut-dalam-perang-dunia-ii. Minggu, 6 April 2014.
Kampekique. 2011.
“Pembangunan Bangsa Jepang Pasca Perang Dunia II”. http://kampekique.wordpress.com/2011/08/08/pembangunan-bangsa-jepang-pasca-perang-dunia-ii. Minggu, 6 April 2014.
Mayeli, Youchenky Salahudin. 2013. “
Perspektif Berbeda, Jepang dalam Perang Dunia ke-II”. http://youchenkymayeli.blogspot.com/2013/11/prespektif-berbeda-jepang-dalam-perang.html. Minggu, 6 April 2014.
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
09.15
Langganan:
Postingan (Atom)