My Secret about Love
Oleh : Anggalih Bayu Muh Kamim
Sahabat adalah orang yang
sangat penting dalam kehidupan seseorang. Yang namanya sahabat akan selalu ada
dalam suka dan duka. Tak ada sahabat yang akan menusuk dari belakang. Sahabat
lebih dari teman, lebih juga dari kelompok klik.
Sahabat adalah segalanya, mungkin hidup ini tak berarti tanpa mereka.
Canda, percakapan, dan segala pembicaraan bersama sahabat akan terasa
menyenangkan. Sahabat tak akan pernah menjadi musuh. Lebih baik sepuluh sahabat
daripada 20 teman yang hanya berniat mengeruk keuntungan. Teman bisa jadi
lawan, tapi sahabat kan jadi kerabat bahkan saudara. Karena hubungan batin yang
sangat kuat. Siapa saja mungkin bisa menjadi teman ? Orang tua, guru, atau
orang lain di sekitar Kita adalah teman. Namun tak sembarang orang bisa jadi
sahabat.
Sahabat adalah segalanya.
Itu ungkapan yang pantas. Aku sangat suka canda, tapi Aku tak akan pula
mementingkan pembicaraan serius. Harus ada nilai plus dari sebuah pembicaraan.
Tak seperti ibu-ibu arisan yang hobi gosip, atau para adolesen yang suka membahas masalah duniawi. Mereka para adolesen suka bahas perkara tak penting.
Yang laki suka bahas game atau bahkan membahas hal-hal porno. Yang perempuan
bahas laki-laki atau malah ngegosipin orang lain dengan hal buruk. Itu tak
berguna, Kita harus dapat ilmu di mana pun dan kapan pun. Meski pembicaraan
serius tapi bagaimana caranya dibuat menyenangkan. Pokoknya harus ada nilai
plusnya. Atau jangan seperti orang-orang yang suka menyalahgunakan solidaritas.
Solidaritas memang penting, namun harus melihat situasi. Atas nama solidaritas
Mereka bergerilya dalam tawuran, alasannya melindungi sekolah. Tapi mengapa
Mereka justru menyerang sekolah lain. Berarti Mereka justru mencoreng arti
positif solidaritas itu sendiri. Harusnya jika Mereka solid, Mereka akan saling
mengingatkan temannya dalam berbuat kebaikan. Bukannya justru membiarkan ketika
orang lain tersesat. Itu lah budaya buruk masyarakat ini. Di desaku saja
masyarakat membiarkan Kaum Adolesen yang
merokok, bahkan ada sebagian kecil dari orang yang masih dalam fase play stage dibiarkan berkata-kata
kotor dan merokok. Asal Bapak Senang,
itu lah senjata ampuh masyarakat ini. Pantas masyarat ini tak maju-maju. Dan
menurut Aku, orang-orang seperti itu tak pantas dijadikan sahabat. Aku ingat
betul falsafah jawa, Aja Cedhak Kebo
Gupak. Padahal nenek moyang saja sudah mengisyaratkan bahaya asal bergaul,
tapi mengapa mereka tak sadar.
Aku paham betul manusia
itu makhluk sosial. Manusia adalah Zoon
Politicon, tapi jika manusia salah masuk dalam suatu kelompok, maka ia hanya
akan menjadi mangsa iblis. Apa lagi Aku sangat membenci orang yang suka mabuk,
karena mereka tak lebih dari teman tidur iblis. Mungkin ini semua sudah suratan
takdir. Hanya Aku dan para sahabat yang paham. Kebanyakan manusia telah lalai.
Semua hal itu seakan-akan terus membayangi pikiranku, ketika Aku mengenang satu
per satu sahabatku. Di tengah suasana mendung ini, tak berarti Cumulonimbus telah mengglayuti
pikiranku. Aku tetap tegar, menunggu hancurnya dunia ini. Di sini Aku tak
sendiri, Aku yakin masih ada orang yang sependapat. Ku lihat ada pedagang
bakwan kawi yang akan lewat. Mendadak perutku jadi keroncongan, apa lagi
suasananya pas. Dingin-dingin gimana gitu ? Aku tertarik untuk membelinya.
“
Bang, bakwan kawinya satu.”
“
Oo, iya den. Saya segera ke sana.”
“
Satu porsi ya Bang.”
“
Siap, den. Lengkap kering, basah, bakso. Saus, sambel, kecapnya. Pakai loncang
tidak ?”
“
Lengkap dong ! Kan cocok mendung-mendung begini ?”
“
Kok Den sendiri di sini, ngapain ?”
“
Oo, tak apa Aku hanya memahami hakikat hidup. Gimana Bang laris hari ini.”
“
Alhamdulillah, lumayan. Tapi sepertinya sama saja, maklum lah Den, harga cabai
naik.”
“
Oo, begitu. Saya boleh bertanya Bang. Mungkin sambil makan, Kita bisa berbagi
cerita.”
“
Oo boleh. Tumben ada orang yang mau ngajak Abang ngomong. Biasannya gak ada
yang mau, batu aja diam ketika Abang cerita.”
“
Ah......... Abang bisa saja. Selama Abang hidup, ada tidak sahabat Abang yang
sangat berkesan dalam hidup Abang.”
“
Oo, tentunya ada. Abang punya temen namanya Paimo. Meski namanya agak ndeso,
tapi orangnya baik sekali. Meski Dia tak terlalu kaya, Dia dermawan. Dia lah
yang memberi Abang pekerjaan ini. Setahu Abang setiap ada tetangganya yang
kesulitan selalu dibantu. Tapi sayang perbuataannya tak sebaik nasibnya. Oleh
beberapa orang Ia dimusuhi, bahkan pernah Dia difitnah curi infaq masjid.
Orang-orang dengki sih, ama kebaikannya. Dia selalu mementingkan kebenaran,
kebatilan akan selalu dilawannya. Pernah satu kali terjadi masalah, anaknya
ketahuan nyontek ketika ujian. Ia pun tak tanggung-tanggung menghukum anaknya.
Tapi caranya tetap mendidik. Anaknya dihukum suruh menghafal Juz A’ma dalam tiga hari. Bukan kah Dia
sangat luar biasa. Bahkan Dia berani membuka praktek curang dalam pelaksanaan
ujian. Semenjak itu musuhnya bertambah, tapi banyak juga yang bertambah
menyeganinya. Tapi malang di akhir hayatnya, ia meninggal setelah ditabrak
mobil. Kata orang itu perilaku orang yang tak senang kepadanya. Mendengar
kematiannya Aku sedih bukan kepalang.”
“
Wah ! hebat sekali teman Abang itu, meski rakyat biasa tetapi berani membela
kebenaran. Jadi satu pelajaran yang Ku dapat, untuk membela kebenaran tak perlu
jadi super hero, cukup jadi diri Kita
sendiri. Tapi mengapa orang yang membela kebenaran justru kadang dimusuhi.”
“
Yah, itu lah yang terjadi Den. Hidup ini memang sulit, coba saja Nabi Muhammad
SAW, masih hidup bumi ini akan tentram. Orang-orang kafir akan diberantas.”
“
Benar.............. dan lagi pula kini musuh Allah bertambah banyak. Tetapi
anehnya mengapa masyarakat tak menyadarinya ? Apakah Mereka terlalu cinta pada
dunia ini ? padahal dunia ini hanya sementara. Seluruh kefanaan ini akan sirna
pada akhirnya. Memang kuantitas orang baik semakin sedikit. Kita tinggal
menunggu waktu.”
“
Ah....... kok omongannya jadi serem, mmmmm bakwannya sambil dimakan dong !
Abang mau keliling lagi.”
“
Oo, iya maaf. Saking asyik ngobrolnya. Bang, ngomong-ngomong di dalam gerobak
itu botol apa Bang ? kelihatannya tidak seperti botol kecap.”
“
Oo, ini botol saos. Tenang tak usah khawatir.”
“
Mengapa Abang ngomongnya jadi gugup, dan Aku lihat di botolnya tertulis Cap
Anggur Tua. Apa sebenarnya itu Bang ?
“
Oo, bukan apa-apa ? Ma......... makannya udahan kan Den, mana piringnya Abang
terburu-buru. Makasih....... ya Den.”
“
Ini uangnya Bang, semuanya jadi 5 ribu kan ?”
“
I........ iya ! terima kasih, dah ya Den.”
“
Loh...... Bang kembaliannya !”
Tiba-tiba pedagang bakwan
kawi itu pergi begitu saja. Dia menjadi seperti dikejar setan. Ada apa
sebenarnya dengan botol itu ? Mengapa Dia jadi takut, Aku harus cari tahu,
pikirku. Mengapa orang yang tadinya berbicara santai, kini jadi berubah panik. Pasti
ada udang dibalik batu, Aku harus tahu. Akan Ku kejar pedagang itu. Tak terasa
Dia pergi dengan cepatnya. Sesampainya di persimpangan Dia bak lenyap ditelan
bumi. Aku harus menemukan Dia kembali bagaimana pun caranya. Ku cari ke sana
kemari tak ketemu. Akhirnya setelah 15 menit, Ku temukan Dia. Dia kembali lagi
ke pos ronda. Dia lupa piringnya ketinggalan. Aku langsung mendekatinya.
“
Bang, kembaliannya. Abang lupa, atau sengaja lari ?”
“
Enggak, Abang lupa !”
“
Kok, Abang jadi gugup, pasti ada yang disembunyikan ya ?”
“
Ti...... tidak, tak ada apa-apa.”
“
Coba Ku lihat, botol apa ini ?”
“
Ja....... jangan Den, Jangan dibuka. Jangan lancang ya ?”
“
Oo Abang mau mengancam, nanti Aku teriak biar semua orang sekalian tahu. Loh.......
ini kan, ini kan miras Bang. Abang suka mabuk ya ?. Katanya Abang ini orang
baik-baik.”
“
Waduh, terlanjur terbuka aibku. Baiklah Aku mengaku, Aku memang suka minum.”
“
Mengapa Abang suka minum, Abang harusnya malu dengan mendiang teman Abang itu !”
“
Bu....... bukan begitu Den.”
“
Ah, tak usah basa-basi Abang hanya pura-pura baik dihadapan orang. Kelihatannya
ramah, tapi sebenarnya Abang ini serigala.”
“
Maaf, Den. Abang terpaksa mabuk. Abang khilaf, semoga Tuhan maafkan Abang.”
“
Memang sebenarnya Aku tak pantas berkata seperti ini, Aku ini hanya orang
asing. Tapi sebagai manusia Kita harus saling mengingatkan, Bang.”
“
Abang terpaksa melakukan itu. Hati Abang rapuh semenjak kepergiannya, tak ada
lagi yang bisa mengingatkan Abang.”
“
Minuman keras itu bukan jalan keluar Bang. Abang justru hanya akan membuat
mendiang teman Abang sedih. Masih ada waktu tuk bertobat Bang.”
“
Terima kasih, Den. Coba tak ada Den, pasti Abang sudah bablas.”
“
Sudah ! Sekarang lebih baik kita ke masjid, waktu sholat hampir tiba.”
“
Oo, mari Den.”
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
11.03
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar