Bisma, Jr
Oleh : Anggalih Bayu Muh Kamim
Jedor........... suara
yang terdengar dari tepian rumah. Banyak yang masih terlelap, namun suara itu
seperti tak asing. Terdengar beberapa mobil mengegas dengan keras. Sampai Ku
terjatuh dari lelapku. Malam itu Ku tak tahu apa yang terjadi. Apakah itu hanya
senandung mimpi yang membangunkanku, atau hal lain ? Ku tengok kanan- kiri
ternyata aman. Ku lihat di ruang tamu tak ada apa-apa. Lalu Ku bukalah jendela
kamarku, untuk memastikan situasi. Jedor......... suara itu berbunyi lagi, tak
salah ternyata tepat suara itu dari dalem Mr. Paul. Tanpa pikir panjang Ku
lompat dari jendela, dan tak sengaja Ku senggol gelas yang ada di dekat
jendela. Pyar.......... pecahan gelas terdengar keras. Tak Ku sangka pecahan
gelas itu mengusik orang. Ku dengar langkah orang menuju ke arahku, Ku segera
berlari ke arah sumur tua di dekat rumahku. Dua orang asing mendekat dan
memastikan situasi dari dekat pohon perdu milik Mr. Paul. Di rasa aman kedua
orang itu kembali ke arah dalem Mr. Paul. Lalu Ku dekati dalem Mr. Paul, entah
apa yang terjadi jendela kamar Mr. Paul terbuka. Lalu Ku intip apa yang terjadi
di dalam,” Ya, Tuhan!”. Kekagetanku menyebabkan dua orang tadi datang ke
arahku, aku segera lari ke belakang.
Tiba-tiba detak jantungku
berdenyut keras, keringat dingin bercucuran, hampir saja asmaku kambuh. Kedua
orang itu rupanya mengetahui persembunyianku, aku ingin lari namun kakiku bak
tertanam di tanah. Mereka semakin mendekat, Ku mencoba lari, namun justru batu
yang mencegatku. Akhirnya Aku tertangkap basah. Kedua orang itu menangkapku dan
memborgol tanganku, salah satu dari mereka mengeluarkan pistol jenis revolver.
“
Ampun, Pak. Jangan bunuh saya, saya belum kawin.”
“
Persetan dengan Mu, ayo ikut kami ke markas.”
“
Ke markas ? Maksud Bapak ?”
“
Anda kami tahan ?”
“
Apa salah saya, Pak. Anda ini siapa sebenarnya ?”
“
Sudah salah tanya. Kamu tak lihat ada lambang bhyangkara di saku bajuku. Dasar
jagal tak tau diuntung.”
“
Tunggu, dulu Bapak salah paham. Saya ini tetangga Mr. Paul, saya keluar rumah
dari jendela saking paniknya, Pak.”
Tak berapa lama datanglah
Pak RW dengan Hansip. Beruntung berkat mereka Aku terselamatkan. Namun Ku maki
habis-habisan mereka, karena Aku tahu si Hansip kerjanya hanya tidur di pos
ronda. Dan si Rw juga mungkin lebih suka main dengan istri mudanya, pikirku.
Benar-benar korup pejabat saat ini. Ku tinggalkan mereka, kakiku sudah
terlanjur sakit karena terpleset terkena batu. Ku segera kembali ke rumah,
lewat jendela kamar tentunya. Dalam hati Aku merasa jengkel atas yang terjadi
malam ini, rasanya ingin Ku puntir kepala si RW dan Hansip. Setahun sudah Aku
tinggal di kampung ini. Aku tahu kampung ini aman. Aku tahu penduduk kampung
ini kaya raya. Tapi hidup di sini sama seperti di belantara. Apa lagi tiap pagi
di depan rumah ibu-ibu suka ngegosip sambil membeli sayur, itu yang paling Ku
benci. Di kampung ini hanya keluarga Mr. Paul saja yang sesuai dengan
idealismeku. Keluarga yang satu ini berbeda, keluarga ini sangat intelektualis
namun tak takabur seperti yang lain. Aku lebih sering mampir ke keluarga ini,
dengan mengharap ikut “ Ketiban Kabegjan
“. Maklum Mr. Paul adalah lulusan sebuah universitas terkenal di Eropa. Namun
entah kenapa penduduk kampung ini, justru tidak pernah srawung ke dalemnya.
Mungkin mereka memendam dengki. Yang Ku tahu hanya si RW korup dan Hansip
pemalas yang suka main ke dalem Mr. Paul. Saat Ku tanya mereka senang main ke “
Orang pintar “. Apa lagi yang Ku dengar dari ibu-ibu yang ngegosip si RW bisa
dapat istri mudanya setelah dapat hibah dari Mr. Paul. Ku memang tak iri pada
si RW, namun bagiku citra si RW tak lebih dari seorang penjilat. Aku memang tak pernah meminta sepenser pun
uang dari keluarga Eropa ini. Meski orang Eropa ia sangat paham masalah adat
Jawa, maklum Mr. Paul masih punya darah abdi dalem kraton.
Suatu waktu pernah Ku
lihat Hansip datang ke dalem Mr. Paul dengan membawa dupa, bunga kamboja, dan
semacam Anglo serta arang. Aku tak
tahu apakah mereka akan berpesta sate, atau ingin berbuat lain. Namun Aku tak
akan berburuk sangka pada keluarga sebaik keluarga Mr. Paul. Aku juga tahu
setiap malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, di dalem Mr. Paul selalu terdengar
gending-gending jawa. Tak tanggung-tanggung Mr. Paul juga mengundang penari-penari
cantik dari seantero Mataram. Kata ibu-ibu yang suka ngegosip itu merupakan
ritual sesat, bahkan ada yang berkata Mr. Paul melakukan pesugihan. Namun semua
kabar miring itu segera Aku tebas.
Setelah sekian lama
berangan-angan tak terasa telah keluar darah dari luka kakiku yang tersandung
batu. Lalu Ku ambil kapas dan betadine untuk mengobatinya. Karena begitu
sakitnya sampai keluar air mata. Ketika keluar air mata dari mataku, Aku
teringat pada apa yang ku lihat tadi di kamar Mr.Paul. Ku Lihat Mr. Paul
tergeletak terbujur kaku di lantai, matanya berkunang-kunang, namun terus
terbuka dan melotot, mulutnya terbuka seperti orang ketakutan. Tapi yang Ku
lihat di tangan Mr. Paul ada pistol. Namun di sebelah pintu kamar Mr. Paul
terdapat benda seperti peti jenazah. Aku pun bertanya-tanya apa yang sedang
terjadi. Jedor.......... Jedor.......... terdengar lagi suara tembakan. Ku
lempar betadine dan kapas seketika, Aku pun lompat lagi keluar jendela.
Lagi-lagi menyenggol gelas. Gelas ku pecah lagi. Jadi sudah pecah dua gelas.
Dan nasib sial mengenai kakiku yang kiri yang tidak terluka, pecahan gelas
mengenai kaki kiriku. Karena kedua kakiku terluka, Aku berjalan dengan
terseok-seok. Jedor...... Jedor suara tembakan lagi. Aku segera tiarap ke
tanah. Tapi Ku lihat polisi justru akan pergi dari dalem Mr. Paul sambil
menembaki sesuatu. Setelah kondusif Aku pun bangun. Ku dekati dalem Mr. Paul.
Di dekat sumur tua tergeletak si Hansip yang hampir sekarat. Di lehernya
terdapat luka seperti gigitan sesuatu.
“
Ada apa ? Mengapa kamu seperti ini.”
“
Ada Alucard. Dracula Alu...........”
Tak berapa lama si Hansip
menghembuskan nafas terakhirnya. Bulu kudukku pun menjadi merinding. Aku pun
segera lari kembali ke rumah meski dengan kesakitan. Aku masuk lagi ke dalam
rumahku melalui jendela kamarku, lagi. Lalu Ku tutup jendela itu dan Aku ingin
segera bergegas ke ranjang. Pyar........ Vas bunga pemberian tunanganku pecah,
“Kalau begini pecah tiga kali”. Ku ambil selimut dan Ku gunakan untuk menutupi
tubuhku.
Anak hari telah
menampakan batang hidungnya, tak terasa Ku terlelap dalam ketakutan. Saat itu
Ku lihat dari jendela kamar dua ambulans datang ke dalem Mr.Paul, namun tak Ku
lihat satu pun mobil polisi. Tiba-tiba pintu rumahku di ketok oleh seseorang.
“ Assalamualikum........”
“ Aduh, Walaikum salam.
Kalau ketok pintu lihat-lihat dong W “.
“ Maaf, tapi kenapa kau
panggil Aku W.”
“ Kan RW, masak Aku
panggil R. Kan gak enak, W aja lah enaknya.”
“ Terserah, ada kabar
buruk. Alucard sedang memburu Kita. Dia sudah mengigit si Hansip. Dokter yang
datang tak percaya dengan omonganku.”
“ Maksudmu Drakula yang
mengigit Hansip semalam ?”
“ Betul, dan mangsa
berikutnya adalah Kita.”
“ Memang mengapa Alucard
mencari Kita, siapa dia ?”
“ Kau tak tahu dia itu
peliharaan Mr. Paul, dia lepas setelah upacara bulan purnama semalam.”
“ Upacara bulan purnama,
apa maksudmu ? “
“ Aku tahu ini semua
terjadi karena Kau, ini semua karena sumpahmu.”
“ Salahku ? sumpah apa?
Aku tak mengerti maksudmu.”
“ Ku dengar Kau pernah
bersumpah di hadapan Mr.Paul mengenai tunanganmu itu.”
Aku mencoba mengingat
sumpah yang dimaksud si RW. Aku lalu
bertanya-tanya dalam diriku apakah Aku pernah bersumpah di hadapan Mr. Paul.
Tak berapa lama, Aku ingat sumpah itu. Aku ingat bersumpah di hadapan Mr.Paul
akan menikahi tunanganku Bulan 2. Dan Aku berjanji akan menyingkirkan segala
hambatan dan tantangan yang akan mengagalkan rencana Ku ini. Yang Ku ingat
ketika Aku mengucap sumpah itu, Mr. Paul senang mendengarnya. Bahkan dia siap
membantu dengan segala daya dan upaya.
“ Ya, Aku ingat sekarang.
Aku bersumpah akan menikahi tunanganku Bulan 2.”
“ Kau, sudang hilang akal
rupanya! “
“ Apa maksudmu ? memaki
Aku seperti itu.”
“ Kau ini bagaimana ?
Mana mungkin bulan yang setiap hari mengelilingi bumi itu akan menjadi dua.
Kamu pikir bulan itu amoeba atau paramecium. Harusnya kau berpikir mana
mungkin angan-anganmu itu kan tercapai. Mr.Paul pernah bercerita padaku bahwa
Kau sebenarnya tak ingin menikahi tunanganmu itu, Kan. Ia sedih Kau bertindak
seperti itu. Setiap datang bulan purnama. Ia menyiapkan segalanya demi
mengharap bulan terbelah menjadi dua. Upacara digelar, jutaan uang disiapkan
untuk sesembahan hanya demi melihat Kau senang. Kini dia mengorbankan nyawanya
demi Kau. Kau harusnya sadar !”
“ Jadi, semua ini terjadi
karena kesalahpahaman. Maksudku Aku akan menikahi tunanganku pada Bulan 2,
bulan Februari tahun depan jadi ini miskomunikasi. Tapi Aku masih bingung apa
maksudmu dengan upacara, sesembahan itu ?”
“ Jadi kau selama ini
tidak tahu bahwa Mr. Paul itu orang
pintar.”
“ Tentu Aku tahu, dia kan
memiliki gelar Doktor Honoris Causa.
Jadi mana mungkin Aku meragukan keenceran otaknya.”
“ Dia lebih dari itu. Dia
itu adalah Paratidaknormal.”
“ Maksudmu........... Mr.
Paul itu biang klenik.”
Lalu Ku tutup pintu
rumahku karena lama-lama Aku jengkel dengan si RW. Dalam hati Aku
bertanya-tanya harus kah Aku percaya dengan perkataannya. Aku jadi bimbang, apa
lagi setelah mengingat sumpahku itu. Hari pernikahan semakin dekat. Namun orang
yang paling Ku percaya kini telah tiada. Tak Ku sangka kata-kata Ibu-ibu tukang
gosip itu ada benarnya. Mungkinkah ini karma ? atau ini sebuah petunjuk Aku
tidak akan memenuhi sumpahku itu.
Aku kembali ke kamarku.
Ku lihat ke arah meja di samping ranjangku, benda yang terpenting dalam hidupku
tak ada. Ku cari di ranjangku tak ada. Ku cari di bawah juga tak ada. Aku
teringat benda itu Ku letakkan di samping gelas di dekat jendela semalam.
Maklum Aku belum bisa tidur sebelum memainkan benda itu. Setelah Ku lihat juga
tidak ada. Ku cari di luar jendela juga tidak ada. Pupus sudah harapanku,
sumpahku tak akan tercapai. Aku bertanya apakah mungkin cincin pernikahanku
hilang diambil Alucard. Sial...... ini semua karena Bulan 2.
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
10.15
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar