Menjanda di Masa Duda
Oleh Anggalih Bayu Muh Kamim
Matanya kini memerah.
Giginya yang dulu berkilau kini sirna. Senyum manis berubah jadi tatapan sinis.
Sebenarnya Dia bukan orang sadis. Mungkin orang sering salah persepsi
terhadapnya. Sejak tragedi itu, semuanya berubah. Bininya pulang ke kampung,
anaknya pergi entah kemana. Warga tak
lagi peduli terhadap Dia. Padahal Dia adalah lulusan terbaik Akpol, namun entah
mengapa sejak lulus dari Cebongan dia diintimidasi. Dia memang bukan psikopat,
namun mengapa orang kini tak memperhatikannya. Tapi Dia masih beruntung punya
pekerjaan kecil-kecilan sebagai pemborong. Hanya Aku yang peduli padanya.
Setiap hari Aku berbagi rokok dan makanan- minuman. Memang sejak tragedi itu
tak pernah ada kata terima kasih darinya. Namun Aku tetap tegar menghadapinya.
Dirinya kini bak sapi ompong. Sepertinya mimpinya telah pudar.
Dari kabar yang Ku dengar
Ia melakukan itu semua dengan harapan naik pangkat sebagai Iptu, namun apa daya
berkat keinginannya Ia justru turun strata. Kini kerjaannya hanya melamun di
bawah pohon jambu depan rumahku. Meski sering disindir oleh ibu-ibu yang suka
ngegosip sambil membeli sayur, ia tak memberi refleks sedikitpun. Apakah Dia
orang yang tegar. Aku selalu iba kepadanya. Meski orang lain mengingatkan
kepadaku agar hati-hati dengannya. Siapa tahu tragedi itu bisa terulang. Yang
Ku tahu terakhir kali anaknya pernah meminta di sekolah kan sampai sarjana.
Namun apa daya karena alasan ekonomi, Ia tak menyanggupinya. Padahal Aku tahu
dia mampu, namun karena lebih mementingkan kenaikan pangkat Dia simpan uangnya.
Karena itu anaknya hanya sekolah sampai S3, SD-SMP-SMA. Sungguh malang nasib
anaknya. Bahkan yang Ku dengar kini anaknya menjadi tuna wisma. Sudah Jatuh Tertimpa Tangga nasib apa
lagi yang akan mendatanginya ? memang segala sesuatu harus Jer Basuki Mawa Bea, tapi mengapa untuk kenaikan pangkat saja harus
keluar uang.
Mengapa yang dinilai
materi, harusnya yang didahulukan adalah skill dan hasil kerjanya. Dan yang Ku
dengar ketika dia masuk Akpol dulu dia harus membayar lima puluh juta. Alasan
pihak Akpol untuk uang gedung katanya. Padahal itu sekolah kedinasan, harusnya
ditanggung negara. Dan lagi pula sebagian besar uang negara berasal dari pajak,
artinya uang negara sama dengan uang rakyat. Dan yang Ku tahu dari informasi
masuk Akpol itu gratis. Sudah masuk bayar, kerja harus bayar pula. Seharusnya
kan kerja yang dibayar. Dia yang Ku tahu butuh 250 juta untuk kenaikan pangkat.
Dan katanya Dia sudah memiliki 238 juta saat itu, namun karena saat itu tanggal
tua dia tak punya pemasukan untuk memenuhi sisanya. Istrinya yang hanya menjadi
penjual gado-gado tak cukup memenuhi kebutuhan itu. Akhirnya terjadilah tragedi
itu. Untuk mengobati rasa penasaranku, Ku dekati dia.
“
Selamat siang Fredy, bagaimana sudah lebih baik ?”
“
Masih belum, Aku sebenarnya menyimpan dendam pada ibu-ibu yang suka ngegosipin
Aku itu.”
“
Sudah bersabarlah Badai Pasti Berlalu.”
“
Semoga saja, namun Bebek Pergi Berganti
Harimau. Mengapa mereka tak bunuh sekalian Aku. Aku sudah tak tahan rasanya
hidupku tinggal di ujung tanduk. Karena tragedi itu, hidup kini bak Segitiga terbalik. Sudah hilang semua gegayuhan-ku.”
“
Tenang kan pikiran mu. Boleh kah Aku bertanya ?”
“
Tentu boleh Kau satu-satunya shohibku kini. Katakanlah uneg-unegmu.”
“
Mengapa Kau mencuri motor ?”
“
Karena Aku tidak bisa setir mobil, jadi Aku mencuri motor.”
“
Jangan membuatku marah. Aku bertanya serius. Jawab dengan detail mengapa Kau
mencuri motor.”
“
Awalnya yang ingin Ku curi hanya knalpotnya saja. Karena yang Ku dengar knalpot
motor itu cukup mahal. Jadi Aku coba congkel, ternyata tidak bisa. Jadi
sekalian Aku bawa motornya.”
“
Dasar Kau ini, sudah dikasihani malah
maido. Sudah cukup untuk hari ini. Dasar pemabuk.”
Lalu Ku tinggalkan dia
seorang. Aku kecewa dengan jawabannya. Aku tahu dia berniat menghibur, namun
saatnya tidak tepat. Dan Aku tahu dia baru saja meminum pil koplo, jadinya agak
nglantur. Aku ingin menangis, tapi
amarahku menahannya. Ku dekati pedagang sayur tempat ibu-ibu biasa ngegosip.
Mungkin Dia tahu suatu kebenaran. Dan yang Ku tahu dia orang baik. Jadi Ku coba
mengkorek informasi darinya.
“ Permisi, Pak. Kau kenal Fredy ?”
“ Orang sinting itu ? tentu saja Aku tahu setiap hari
kerjaannya ganggu bini orang semenjak tragedi itu.”
“ Apakah anda tahu dulu dia sebenarnya adalah seorang
anggota brimob.”
“ Orang seperti itu anggota brimob. Tidak mungkin
wajahnya saja tak meyakinkan. Mana ada anggota brimob curi motor. Kalau memang
dia anggota brimob dia lebih dari gadungan. Berarti dia itu polisi gadulan. Kalau lihat saja giginya
ngeri..... hi...... Kalau dia anggota brimob, dia telah mencoreng citra
kepolisian negeri ini. Jadi dia sudah melakukan suatu dosa besar.”
“ Tapi masih ada sisi positif darinya dia memiliki rasa
iba yang tinggi.”
“ Memang betul katamu. Aku sering lihat Dia memberi uang
pada pengemis. Bahkan pernah Aku menemuinya membantu pemulung mencari
rongsokan. Memang Ada Putih di Balik
Hitam. Aku tahu semua orang punya itu.”
“ Memang masyarakat sering salah kaprah memandang
residivis. Menjadi residivis belum menjamin kalau dia orang sadis. Meski sering
Ku lihat di layar kaca banyak residivis yang tertangkap kembali. Hotel prodeo
seakan-akan bukan tempat hukuman, tapi justru menjadi sekolah ilmu kejahatan.
Tapi Fredy lain daripada yang lain. Dia aparat hukum yang terjerat oleh sistem
yang korup. Tak seharusnya Fredy yang menjadi korban, masyarakat salah kaprah,
semua salah. Kalau kata Lemert ini adalah Labelling,
begitu ada orang bertindak salah akan dicap terus dengan kesalahannya. Akhirnya
menjadi salah semua.”
“ Tapi memang betul katamu, tapi apa daya Kita ini hanya
curut. Kita tak akan bisa melawan ber- uang. Hari ini saja Aku mengeluhkan
harga sayur yang mahal. Memang kualitasnya bagus, tapi harganya mencekik. Sudah
begitu semua impor. Padahal pembeli lebi suka produk dalam negeri. Aku
menangis, petani pun menangis.”
“ Sudah, kenyataan hidup memang menyakitkan. Maklum ‘
sebentar lagi kiamat’.”
“ Sudah, Kau ini ingin beli sayurku. Atau ingin menjadi
reporter infotaiment. Lebih baik Aku mencari ibu-ibu pecinta infotaiment, tapi
memberiku uang. Daripada Kau yang mengorek-orek berita tak jelas.”
Pedagang sayur itu
meninggalkanku begitu saja. Namun rasa penasaranku belum terjawab. Aku ingin
tahu lebih banyak tentang Fredy. Tak berapa lama datanglah, Bu Rina. Yang Ku
tahu dia adalah bandar gosip di sini. Aku terpancing untuk menanyainya. Namun
Aku harus hati-hati, karena yang Ku dengar suami Bu Rina galak orangnya. Begitu
Aku akan mendekati Bu Rina, pedagang sayur itu kembali lagi hendak menghampiri
Bu Rina. Maklum dia langganan setia. Lalu Ku dekati Bu Rina, tapi si Pedagang
sayur terlebih dahulu membisikan sesuatu pada Bu Rina. Dengan kesal, Ku lempar
wortel kepadanya. Setelah itu Dia tak berani lagi berbisik pada Bu Rina. Aku
mencoba memulai pembicaraan. Tapi sepertinya Bu Rina sudah siap. Dia menjadi
seperti narasumber yang siap menjawab pertanyaan wartawan. Mungkin Pedagang
sayur telah membisikan hal yang ingin Ku tahu.
“ Apa Kau ingin bertanya tentang Fredy ?, Bambang oh.....
Bambang, Kau tak perlu menghiraukan Dia. Kini Dia tak berarti apa pun untukku.
Kini Aku telah memiliki lelaki yang lebih baik.
“ Apa maksudmu ? Aku sama sekali tidak mengerti.”
“ Akan Ku buka sedikit aibku. Namun Kau harus jaga
rahasia ini baik-baik. Atau Kau akan bernasib sama seperti Fredy. Sejujurnya
dulu ketika Fredy masih di Akpol, Aku adalah kekasihnya. Aku begitu terpukau
dengan kelihaiannya. Dan Dia pun suka dengan kemolekan tubuhku. Aku dan Dia sempat
jalan sampai 5 tahun. Dan ketika Fredy sudah menikah pun Aku tetap menjadi
kekasih gelapnya.”
“ Lalu mengapa semua tragedi itu bisa terjadi ?”
“ Dengarkanlah Aku dulu, jangan potong pembicaraanku !”
“ Baik lah lanjutkan ceritamu.”
“ Setelah begitu lama, Aku ingin agar Fredy menjadikanku
istrinya. Namun baginya itu tidak mungkin. Semenjak itu Fredy mulai
meninggalkan Aku. Aku tak akan tinggal diam melihat hatiku dicabik-cabik. Aku
tak mau harga diriku tergadai. Akhirnya Aku menuntut balas. Aku mengaku di
hadapan istri Fredy bahwa Aku adalah kekasih gelap Fredy. Mulai lah timbul
perpecahan dalam keluarga Fredy. Aku senang rencanaku berhasil. Mungkin karena
tidak tahan Fredy sampai memukuli istrinya. Karena hal tersebut istrinya
menuntut cerai dan ganti rugi.”
“ Lalu apa hubungannya dengan pencurian motor yang
dilakukan Fredy ?”
“ Itu tak lepas dari inisiatifku. Aku tak ingin Fredy
hancur karena perilaku orang lain. Ini adalah balas dendamku. Untuk menghindari
tuntutan-tuntutan hukum istrinya, Ku sarankan Fredy menutupinya dengan kasus
lain sehingga tuntutan itu tak akan tercapai, karena Fredy tertimpa masalah
hukum lain. Tak perlu masalah yang berat cukup sekedar pencurian motor. Meski
diganjar 9 bulan, cara itu terbukti ampuh menyelamatkan Fredy dari tuntutan
istrinya. Namun sekali lagi Aku tak akan membiarkannya hidup senang. Setelah
bebas dari penjara Aku hasut penduduk kampung, sehingga ketika Dia datang Dia
hanya mendapat ejekan dan hinaan. Dan hal itu lah yang membuatnya kini agak
tidak waras. Dan Aku senang rencanaku berhasil.”
“ Bukannya Fredy mencuri motor untuk bayar kenaikan
pangkat ?”
“ Oo, alasan itu ! Itu hanyalah siasatku untuk menghasut.
Sudah... Aku ingin pulang, Aku ingin masak untuk suamiku tercinta.”
Tak Ku sangka penyebab
semua hal ini adalah Bandar gosip ini. Malang sekali nasib si Fredy, sudah
menjadi duda kalang kabut pula. Namun apa daya semua telah terlambat si Bandar
gosip telah menang. Nasi telah menjadi
bubur, Aku pun tak berdaya. Dan meskipun Aku mencoba menyakinkan warga
lain, mereka tak akan percaya. Lidah si Bandar gosip lebih lihai. Mungkin benar
sebentar lagi “Kiamat”.
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
10.17
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar