5 NEGARA YANG KAYA SUMBER DAYA ALAM TAPI MISKIN KARENA PENGARUH KONFLIK
1.REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO
Republik Demokratik Kongo, (sebelumnya bernama Zaire antara tahun 1971 dan 1997), adalah sebuah Negara di Afrika bagian Tengah. Negara ini berbatasan dengan Republik Afrika Tengah dan Sudan di sebelah utara; Uganda, Rwanda, Burundi, dan Tanzania di timur; Zambia dan Angola di selatan; dan Republik Kongo di Barat.
Perang bersaudara berlangsung berkepanjangan di Kongo sejak 1998
yang menghancurkan serta menyeret seluruh wilayah tersebut dan
negara-negara di sekitarnya. Aksi kekerasan tersebut telah menghancurkan
infrastruktur dan perekonomian negara tersebut hingga akhirnya PBB
mengambil alih permasalahan di negara itu dan memaksa Presiden Joseph
Kabila menyelenggarakan Pemilihan Umum pada 30 Juli 2006.
Kepala negara saat ini, Joseph Kabila (35) disebut-sebut merupakan
calon terkuat dan sejumlah polling awal menyatakan Kabila akan menang
dalam babak pertama pemilihan presiden. Kabila diperkirakan bisa
mengalahkan 33 calon Presiden lain termasuk mantan pemimpin pemberontak
Jean-Pierre Bemba, mantan pemberontak yang menjadi menteri keuangan dan
dituduh melakukan kejahatan.
Bemba telah melancarkan perang sengit tujuh tahun sejak 1998. Pada
puncaknya, konflik di bekas negara Zaire itu, telah menyeret setidaknya
tujuh kekuatan militer asing dan, meskipun ada serangkaian kesepakatan
perdamaian dan proses peralihan berjalan sejak 2003, pergolakan etnik
dan penjarahan terus mewabah bagian timur negeri tersebut.
Calon lain meliputi keturunan tokoh kenamaan di negara bekas koloni
Belgia itu, termasuk putra diktator lama Mobutu Seso Seko dan pahlawan
kemerdekaan yang terbunuh Patrice Lumumba.
Lumumba menang dalam pemilihan demokratis terakhir di negeri tersebut
pada malam menjelang kemerdekaan 1960, tapi ia didepak oleh Mobutu yang
membuat negara itu identik dengan korupsi dan salah urus sampai dia
digulingkan pada 1997.
Masyarakat internasional, yang mendanai pemilihan umum itu dan mengucurkan dana hampir setengah miliar Dolar AS,
berharap pemungutan suara tersebut bukan hanya membawa kestabilan bagi
negara Afrika tengah itu tapi juga memungkinkan Kongo menjadi kekuatan
ekonomi regional.
Sumber mineral negeri tersebut, yang berlimpah, telah disedot untuk
mendanai perang dan bagi keuntungan pribadi sementara kebanyakan
warganya hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan tak-adanya prasarana
bagi negara tersebut, yang besarnya menyamai Eropa Barat, Pemilu
terbukti menjadi tantangan logistik. Di wilayah hutan terpencil, para
petugas harus berjalan kaki berhari-hari untuk membawa kartu suara ke
TPS.
2.PANTAI GADING
Pantai Gading (Côte d'Ivoire) adalah sebuah negara di Afrika Barat yang berbatasan dengan Liberia, Guinea, Mali, Burkina Faso, dan Ghana di sebelah barat, utara dan timur serta dengan Teluk Guinea
di sebelah selatan. Sebagai salah satu negara termakmur di wilayah
tropis Afrika Barat, perkembangan ekonominya telah dikikis oleh
kekacauan politik yang ditimbulkan oleh korupsi dan penolakan
reformasi.Ekonomi Utama Pantai Gading berasal dari agrikultur terutama
Cokelat,
dimana Pantai Gading merupakan negara penghasil dan pengekspor cokelat
terbesar di dunia. Perkebunan Cokelat di Negara ini banyak sekali
menyerap tenaga kerja dari negara - negara tetangga seperti Ghana,
Liberia, Sierra Leone, Guinea, Senegal, Guinea - Bissau, Cape Verde,
Nigeria, Benin dan Togo. Selain Cokelat, hasil utama pertanian di Pantai
Gading adalah Kopi, Karet, Tebu, Kelapa, dan Kelapa Sawit..
3.CHAD
Republik Chad (Arab: تشاد , Tašād; Perancis: Tchad) adalah sebuah negara di Afrika Tengah yang terkurung daratan. Chad berbatasan dengan Libya di sebelah utara; Republik Afrika Tengah di selatan; Niger di barat; Sudan di timur; dan Nigeria serta Kamerun di barat daya. Disebabkan oleh jaraknya dan kebanyakan kawasannya yang beriklim gurun, negara berkenaan dirujuk sebagai 'jantung mati Afrika.' Di utara, ia meliputi Pegunungan Tibesti, pegunungan paling besar di gurun Sahara. Chad merupakan sebagian daripada bekas Persekutuan Afrika Perancis Khatulistiwa.
Sebagai negara bekas jajahan Perancis yang terbesar, Chad termasuk negara miskin. Lebih dari 75% penduduknya berada dalam keadaan melarat. Pada 2000-an, keadaan sudah relatif membaik karena pendapatan per kapitanya sudah melebihi US$1.000.
Daerah yang kini bernama Chad pernah dihuni oleh sebuah kelompok yang
secara politis merupakan suku-suku yang tidak berhubungan.
Tengkorak-tengkorak manusia dan lukisan-lukisan gua dari masa kuno telah
ditemukan di sana. Secara bertahap kerajaan-kerajaan setempat yang
lemah berkembang; kemudian semuanya disusul oleh Kekaisaran Kanem-Bornu yang lebih besar dan berkuasa. Kemudian, kedatangan orang-orang asing datang memberi banyak pengaruh di Chad. Di awal Abad Pertengahan, Chad menjadi jalur persilangan para pedagang Muslim dan suku-suku asli. Pada 1900, setelah Pertempuran Kousséri, Chad menjadi bagian sistem kolonial Perancis.
Dalam PD II, Chad adalah koloni pertama Perancis yang bergabung dengan Perancis Bebas dan Sekutu, di bawah kepemimpinan gubernurnya Félix Éboué. Pada 1960, Chad menjadi negara merdeka, dengan François Tombalbaye sebagai presiden pertama.
Sejarah pascakemerdekaan Chad ditandai dengan ketakstabilan dan
kekerasan dari ketegangan antara bagian utara yang sebagian besar Arab
Muslim dan bagian selatan yang sebagian besar orang Kristen dan animis.
Pada 1965, ketakpuasan kaum Muslim dengan Presiden Tombalbaye - orang
Kristen dari selatan - menyebabkan perang gerilya. Ditambah dengan
kemarau parah, meruntuhkan kekuasaannya dan pada 1975, Presiden
Tombalbaye terbunuh dalam sebuah kup yang dipimpin oleh Noël Milarew Odingar, yang segera digantikan oleh orang selatan lainnya, jenderal Félix Malloum. Malloum juga gagal mengakhiri perang, meskipun ia merangkap jabatan sebagai PM pada 1978 dari pemimpin pemberontak Hissène Habré, kepala Angkatan Bersenjata Utara (FAN), dan pada 1979 digantikan oleh orang utara yang didukung Libya, Goukouni Oueddei, saat negeri itu memasuki masa anarki Perang Saudara Chad.
Pada tingkat ini Perancis dan Libya ikut campur tangan secara berulang untuk mendukung satu sisi terhadap lainnya. Habre pada 1982
menaklukkan ibukota mengusir Presiden Oueddei, dan mendapatkan kendali
menyeluruh atas negeri ini. Masa pemerintahan 8 tahunnya menimbulkan
banyaknya huru-hara politik, sehingga berbagai organisasi HAM
mendakwanya telah memerintahkan hukuman mati atas lawan-lawan politik
dan anggota suku yang dianggap sebagai musuh rezimnya.
Libya menyerang Chad pada 1980,
untuk membuat Oueddei tetap menjabat dan melanjutkan kebijakan
ekspansionis untuk menyatukan Libya dan Chad secara politik. Sebelumnya,
orang Libya telah menduduki jalur sempit di daerah yang dikenal sebagai
Jalur Aouzou pada 1972-73.
Perancis dan AS menanggapinya dengan membantu Habré untuk mencoba memuat ambisi kawasan Libya di bawah Muammar al-Qaddafi. Perang saudara meluas. Pada Desember 1980 Libya menduduki semua bagian Chad utara, namun Habré mengalahkan pasukan Libya dan mengusirnya pada November 1981. Pada 1983,
pasukan Qaddafi menaklukkan semua bagian negeri ini di utara Koro Toro.
AS menggunakan basis-basis gelap di Chad untuk melatih para prajurit
Libya yang tertangkap, yang dicoba diorganisasi ke dalam angkatan
anti-Qaddafi. Bantuan Habré dari AS dan Perancis membantunya memenangkan
perang terhadap Libya. Pendudukan Libya di utara Koro Toro berakhir
saat Habré mengalahkan Qaddafi pada 1987.
Meski menang, pemerintahan Habré lemah dan nampaknya tak disukai
sebagian besar orang Chad. Ia dijatuhkan oleh pemimpin pemberontak yang
didukung Libya Idriss Déby pada 1 Desember 1990.
Habré pergi ke pengasingan di Senegal. Déby mengangkat diri sebagai
diktator. Segera setelah itu sebuah konstitusi ditulis. Dukungan rakyat
buat Déby rupanya ditunjukkan dalam sebuah pemilu pada Mei 2001,
di mana ia mengalahkan 6 calon lainnya dengan 67,3% suara. PemilU itu
digambarkan "agak adil", meski ada tercatat beberapa ketakteraturan.
Pada 1998, sebuah perlawasan bersenjata terjadi di utara, dipimpin oleh manran ketua pertahanan Presiden Déby, Youssouf Togoimi. Sebuah perjanjian perdamaian yang diperantarai Libya pada 2002 gagal mengakhiri perang itu.
Pada 2003 dan 2004, kerusuhan di kawasan Darfur, Sudan terciprat ke perbatasan, bersama dengan sekian ribu pengungsi.
Pada 23 Desember 2005, Chad mengumumkan berada dalam "keadaan perang" dengan Sudan.[1] Organisasi Konferensi Islam (OKI) telah mendesak Sudan dan Chad mengendalikan diri untuk mengurangi ketegangan antara kedua negeri yang bertetangga itu.[2]
Pada 8 Februari 2006, Chad dan Sudan menandatangani Persetujuan Tripoli, mengakhiri konflik Chad-Sudan.
Persetujuan ini melarang kedua negara memulai gerakan media satu sama
lain, dan juga campur angan urusan dalam negeri lainnya. [3]
Pada 13 April 2006 para pemberontak menyerang ibukota, mencoba menjatuhkan Presiden Idriss Deby. Angkatan pemerintah mengalahkan mereka dalam Pertempuran N'Djamena. Chad kemudian menuduh Sudan mendukung dan melatih para pmberontak itu, dan memperparah hubungan diplomatik antarkedua negara.
Ekonomi pertanian Chad didorong oleh pembangunan ladang minyak dan jalur pipa sejak 2000. Lebih dari 80% penduduk Chad menjalankan pertanian subsisten dan pembiakan ternak untuk mata pencahariannya. Kapas, dan, dalam ukuran yang tak terlalu jauh, ternak dan getah arab,
yang sampai kini tetap menyediakan sebagian besar penerimaan ekspor
Chad, namun Chad mulai mengekspor minyak pada 2003 dari 3 ladang minyak
dekat Doba. Diperkirakan penerimaan dari minyak menambah PDB per kapita Chad menjadi 40% pada 2004, dan mungkin mengganda pada 2005.
Ekonomi Chad telah lama lumpuh karena letaknya yang di pedalaman,
komunikasi dalam negeri yang kurang, biaya energi yang tinggi, jarangnya
sumber daya air dan sejarah ketaktabilan. Hingga kini, Chad bergantung
pada bantuan dan modal asing bagi sebagian besar proyek investasi sektor
pemerintah dan swasta namun penerimaan minyak akan mengubah keuangan
pemerintah.
Sebuah konsorsium, dipimpin oleh ExxonMobil (AS), dan keikutsertaan Chevron (AS) dan Petronas (Malaysia),
menginvestasikan $3,7 milyar untuk mengembangkan cadangan minyak yang
diperkirakan 1 milyar barel (0,2 km³) di Chad selatan, dan Chad menjadi
negara produsen minyak pada 2003, dengan penyelesaian jalur pipa (sebagian dibiayai Bank Dunia) yang menghubungkan ladang minyaknya yang ada di selatan ke terminal di pesisir Atlantik melalui Kamerun.
Chad berharap menghindari limbah dan korupsi yang dialami beberapa
negara produsen minyak Afrika lainnya; karena keadaan pertolongannya,
Bank Dunia telah mendesak hukum baru yang meminta 80% penerimaan minyak
akan dihabiskan dalam proyek pembangunan. Namun, pada Januari 2006 Bank
Dunia menghentikan program pinjamannya pada Chad, atas keputusan Chad
"melunakkan" hukum yang memerintahkan pengeluaran uang dari minyak.
Tanggapan Chad adalah Bank Dunia menggunakan Chad sebagai sasaran uji
untuk gaya manajemen yang berbeda.
Bila stabilitas ekonomi Chad terpelihara, harapan ekonomi Chad kini
lebih baik daripada sebelumnya. Diketahui bahwa cadangan minyak masih
ada di negeri ini, di samping ladang minyak yang sudah dieksploitasi.
4.ANGOLA
Republik Angola adalah sebuah negara yang terletak di Afrika bagian barat daya. Angola berbatasan dengan Namibia, Republik Demokratik Kongo, Zambia dan Samudra Atlantik. Cabinda, sebuah provinsi Angola berbentuk eksklave, berbatasan dengan Republik Kongo. Luas wilayah Angola hampir dua kali luas pulau Borneo; menempati peringkat ke-22 sedunia (setelah Niger dan sebelum Mali). Negara ini merupakan salah satu produsen kopi utama di dunia dan termasuk negara terkaya di Afrika berkat sumber alamnya, terutama bijih besi, intan, dan tembaga.
Pemukim awal daerah ini ialah suku pemburu-pengumpul Khoisan. Secara besar-besaran mereka digantikan oleh suku Bantu selama migrasi Bantu. Di Angola hari ini, Portugal singgah pada 1483 di Sungai Kongo, di mana Negara Kongo, Ndongo dan Lunda berada. Negara Kongo membentang dari Gabon modern di utara sampai Sungai Kwanza di selatan. Pada 1575 Portugal mendirikan koloni Portugis di Luanda
yang berbasis pada perdagangan budak. Secara bertahap bangsa Portugis
mengambil kontrol di garis pantai sepanjang abad ke-16 melalui
serangkaian perjanjian dan perang. Mereka membentuk koloni Angola.
Bangsa Belanda menduduki Luanda antara 1641-48, memberikan dorongan untuk negara-negara anti-Portugis.
Pada 1648
Portugal mengambil kembali Luanda dan mengawali proses penaklukan
militer di negara Kongo dan Ndongo yang berakhir dengan kemenangan
Portugis pada 1671. Kendali administratif penuh Portugis atas urusan dalam negeri tidak terjadi sampai awal abad ke-20. Pada1951 koloni itu dibenahi kembali sebagai provinsi seberang lautan, juga disebut Afrika Barat Portugis. Saat Portugal menolak proses dekolonisasi decolonization 3 gerakan kemerdekaan bermunculan:
- Gerakan Rakyat untuk Pembebasan Angola (Movimento Popular de Libertação de Angola MPLA), yang berbasis di Kimbundu dan kaum terpelajar ras campuran Luanda, berhubungan dengan partai komunis di Portugal dan Blok Timur;
- Front Pembebasan Nasional Angola (Frente Nacional de Libertação de Angola, FNLA), dengan dasar etnis di kawasan Bakongo di utara dan berhubungan dengan Amerika Serikat dan rezim Mobutu di Zaire; dan
- Persatuan Nasional untuk Kemerdekaan Total Angola (União Nacional para a Independência Total de Angola, UNITA), dipimpin oleh Jonas Malheiro Savimbi dengan basis etnis dan tempat di jantung kota Ovimbundu di tengah negeri.
Setelah 14 tahun perang gerilya untuk kemerdekaan, dan jatuhnya pemerintahan fasis Portugal oleh kudeta militer, partai nasionalis Angola mulai merundingkan kemerdekaan pada Januari 1975. Kemerdekaan akan didklarasikan pada November 1975. Hampir segera, perang saudara pecah antara MPLA, UNITA dan FNLA, diperburuk oleh campur tangan asing. Pasukan Afrika Selatan
bersekutu dengan UNITA dan menyerang Angola pada Agustus 1975 untuk
memastikan bahwa di sana tidak ada gangguan (oleh negara Angola merdeka
yang baru) di Namibia, yang saat itu masih di bawah pendudukan AfSel (Hodges, 2001, 11). Uni Soviet mulai membantu MPLA dan memberi banyak dukungan ekonomi, sedangkan pasukan Kuba datang untuk mendukung MPLA pada Oktober 1975, membuatnya bisa mengendalikan ibukota, Luanda, dan menjauhkan pasukan AfSel. MPLA mendeklarasikan diri untuk menjadi pemerintahan de facto atas negeri saat sedangkan secara resmi kemerdekaan diumumkan pada bulan November, dengan Agostinho Neto sebagai presiden pertama.
Pada 1976, FNLA dikalahkan oleh gabungan MPLA dan pasukan Kuba, meninggalkan UNITA (dideking oleh Amerika Serikat dan AfSel) dan MPLA yang Marxis berseteru untuk kekuasaan.
Konflikpun pecah, dipicu oleh geopolitik Perang Dingin
dan oleh kemampuan kedua partai itu mengakses SDA Angola. MPLA
melahirkan pajak atas SDA minyak lepas pantai, sedangkan UNITA mengakses
berlian aluvial yang dengan mudah diselundupkan melalui perbatasan negeri itu yang keropos (LeBillon, 1999).
Pada 1991, faksi-faksi itu menyetujui Persetujuan Bicesse yang mengubah Angola menjadi negara multipartai, namun setelah presiden saat itu (dan kini) Jose Eduardo dos Santos dari MPLA memenangkan pemilihan yang diawasi PBB, UNITA menyatakan adanya penipuan dan perang pecah kembali.
Persetujuan damai 1994 (protokol Lusaka) antara pemerintah dan UNITA menyediakan integrasi bekas pemberontak UNITA ke dalam pemerintahan. Pemerintahan persatuan nasional dibentuk pada 1997, namun perang meletus lagi pada akhir 1998, meninggalkan jutaan ribu orang tuna wisma. Presiden José Eduardo dos Santos mencabut fungsi tetap instansi demokrasi akibat konflik.
Pada 22 Februari 2002, Jonas Savimbi,
pemimpin UNITA, ditembak mati dan gencatan senjata dicapai antara 2
faksi. UNITA membubarkan sayap bersenjatanya dan menerima peran partai
oposisi utama. Meski nampaknya keadaan politik negeri itu akan kembali
pulih, presiden dos Santos tetap tidak mengizinkan proses demokrasi
tetap terjadi. Di antara masalah utama Angola ialah krisis kemanusiaan
yang serius (akibat perang berkepanjangan), berlimpahnya pertambangan, dan aksi gerakan gerilya yang berperang buat kemerdekaan eksklaf Kabinda yang terletak di utara (Frente para a Libertação do Enclave de Cabinda).
Akhirnya Angola menjadi salah satu dari sedikitnya negara Afrika yang
bergabung dengan blok Soviet dan menjadi komunis, bersama dengan koloni
Portugis Mozambique.
Angola, seperti banyak negara Sub-Sahara, ialah tempat berjangkitnya penyakit menular secara perodik. Pada April 2005, Angola di tengah-tengah berjangkitnya virus Marburg
yang dengan cepat menjadi tempat berjangkitnya penyakit berdarah
terburuk dalam catatan sejarah, dengan lebih dari 237 orang mati
dilaporkan dari 261 kasus yang dilaporkan, dan telah menyebar ke 7 dari
18 provinsi dari 19 April 2005.
5.LIBERIA
Republik Liberia adalah sebuah negara di pesisir barat Afrika yang berbatasan dengan Sierra Leone, Guinea, dan Pantai Gading. Baru-baru ini Liberia dilanda dua perang saudara (1989–1996 dan 1999–2003) yang mengakibatkan ratusan ribu penduduknya mengungsi sekaligus menghancurkan ekonomi Liberia.Ekonomi Liberia sangat bergantung kepada ekspor bijih besi. Sebelum 1990 Liberia juga mengekspor karet. Perang saudara yang panjang telah menghancurkan banyak infrastruktur negara, dan Liberia sangat tergantung kepada bantuan luar negeri. Pada 2005 negara ini memiliki tingkat pengangguran 85%, terburuk di dunia.
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
22.13
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar