MAKALAH TARI KLANA
OLEH
ANGGALIH BAYU MUH K
SMA N 2 NGAGLIK
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki
berjuta kebudayaan yang telah ada sejak zaman nenek moyang. Mulai dari ujung
barat (sabang) sampai ujung timur (merauke), Indonesia mempunyai kebudayaan
yang berbeda dengan negara lain dan mempunyai kekhasannya tersendiri pada
setiap daerahnya.
Dalam perkembangan di
masyarakat umum, Tari Topeng Cirebon memperoleh dan memiliki penampilan yang
khas, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Topeng Babakan atau Dinaan. Tari
topeng adalah salah satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini
dinamakan tari topeng karena ketika beraksi sang penari memakai topeng. Konon
pada awalnya, Tari Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon yang cukup terkenal,
yaitu Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon,
terjadilah serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat
sakti karena memiliki pedang yang diberi nama Curug Sewu. Melihat kesaktian sang
pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun telah
dibantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya sultan Cirebon
memutuskan untuk melawan kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara diplomasi
kesenian. Sebagai hasil kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai sosial yang
mengandung pesan-pesan tersembunyi, karena unsur-unsur yang terkandung
didalamnya mempunyai arti simbolik yang diartikan sangat menuju tentang aspek
kehidupan, sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Yang meliputi aspek
kehidupan adalah seperti kepribadian, kebijaksanaa, kepemimpinan, cinta bahkan
dapat menggambarkan perjalanan hisup manusia sejak dia dilahirkan hingga
menginjak dewasa.
Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan bahwa Tari Topeng dapat dijadikan media komunikasi untuk
dimanfaatlam secara positif. Pada masa Cirebon menjadi pusat penyebaran Agama
Islam, Sultan Cirebon Syekh Syarif Hidayahtulah yang juga seorang anggota Dewan
Wali Songo yang bergelar Sunan Gunung Jadi, bekerja sama dengan Sunan Kalijaga
menggunakan Tari Topeng dan 6 jenis kesenian lainnya sebagai upaya penyebaran
Agama Islam sebagai tontonan dilingkungan Kraton. Adapaun keenam kesenian
tersebut adalah Wayang Kulit, Gamelan, Renteng, Brai, Angklung, Reog
dan Berokan. Jauh sebelum Tari Topeng masuk ke Cirebon, Tari Topeng
tumbuh dan berkembang sejak abad 10 –11 M. Pada masa pemerintahan Raja
Jenggala di Jawa Timur yaitu Prabu
Panji Dewa. Melalui seniman jalanan (pengamen) Seni Tari Topeng masuk ke
Cirebon dan kemudian mengalami perpaduan dengan kesenian rakyat
setempat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tari Topeng
Cirebon
Tari topeng
adalah salah satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan
tari topeng karena ketika beraksi sang penari memakai topeng. Konon jauh
sebelum Tari Topeng masuk Cirebon, telah tumbuh dan berkembang sejak abad ke
10-16 masehi di Jawa Timur. Pada masa pemerintahan Raja Jenggala, yakni Prabu
Amiluhur atau Prabu Panji Dewa.
Melalui seniman
jalanan (pengamen) seni Tari
Topeng akhirnya masuk ke Cirebon dan kemudian mengalami perpaduan dengan
kesenian setempat. Pada masa Cirebon menjadi pusat penyebaran Agama Islam
(zaman Wali Songo) , Syekh Syarif Hidayatullah yang bergelar Syekh Sunan Gunung
Jati bekerjasama dengan Syekh Sunan Kalijaga memfungsikan Tari Topeng sebagai
bagian dari upaya penyebaran Agama Islam yang juga sebagai tontonan
dilingkungan keratin disamping 6 (enam) jenis kesenian lainnya seperti, Wayang
Kulit, Gamelan Renteng, Brai, Angklung, Reog dan Berokan.
Dalam perkembangannya di masyarakat umum, Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Tari Topeng Rahwana/Kelana, Tari Topeng Tumenggung,Tari Topeng Rumyang,Tari Topeng samba dan Tari Topeng Panji yang menggunakan Topeng sebagai penutup muka dengan 5 jenis topeng yang kemudian dikenal dengan Panca Wanda (berarti lima wanda atau lima rupa), yakni Rahwana, Tumenggung, Rumyang, Samba dan Panji.
Dalam perkembangannya di masyarakat umum, Topeng Cirebon kemudian memperoleh dan memiliki bentuk serta penyajiannya yang spesifik, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Tari Topeng Rahwana/Kelana, Tari Topeng Tumenggung,Tari Topeng Rumyang,Tari Topeng samba dan Tari Topeng Panji yang menggunakan Topeng sebagai penutup muka dengan 5 jenis topeng yang kemudian dikenal dengan Panca Wanda (berarti lima wanda atau lima rupa), yakni Rahwana, Tumenggung, Rumyang, Samba dan Panji.
Beberapa orang
beranggapan bahwa Tari Topeng Cirebon adalah suatu seni tradisional yang
dilakukan secara turun-temurun. Namun, didalamnya ada sedikit unsur mistik,
tetapi hal ini tidak akan berdampak terhadap hidup kita, melainkan hanya
sekedar pertunjukan seni semata.
B. Jenis Tari
Topeng Cirebon
Semua jenis topeng ini
akan dikenakan pada saat pementasan tari topeng Cirebonan yang diiringi dengan
gamelan. Tepeng Cirebon yang paling pokok ada lima yang disebut juga Topeng
Panca Wanda :
1. PANJI “wajahnya
yang putih bersih melambangkan kesucian bayi yang baru lahir. Tari topeng ini
berkarakter halus. Ditampilkan pada kesempatan pertama. Menurut mereka, Panji
berasal dari kata siji (satu, atau pertama), mapan sing siji (percaya kepada
Yang Satu). Gerak tarinya senantiasa kecil dan lembut, minimalis dan lebih
banyak diam. Kata Mutinah (dalang topeng asal Gegesik, Cirebon), menarikan
topeng Panji itu kaya wong urip tapi mati, mati tapi urip. Ungkapan tersebut
adalah untuk menjelaskan, bahwa topeng Panji itu memang tidak banyak gerak,
seperti orang yang mati tapi hidup, hidup tapi mati. Koreografinya lebih banyak
diam, dan inilah sebagai salah satu hal yang menyebabkan tari ini kurang
disukai oleh penonton, terutama penonton awam. Tari ini diiringi oleh beberapa
lagu yang terangkai menjadi satu struktur musik yang panjang dan sulit. Lagu
pokoknya disebut Kembang Sungsang yang dilanjutkan dengan lagu lontang gede,
oet-oetan, dan pamindo deder.Kecuali di Losari, para dalang topeng Cirebon pada
umumnya tidak mengaitkan tariannya dengan tokoh Panji seperti dalam cerita
Panji. Artinya, nama tari tersebut bukan sebagai gambaran tokoh Panji. Kata
Panji hanya dipinjam untuk menyatakan salah satu karakter tari yang halus, yang
secara kebetulan karakternya sama tokoh Panji. Berbeda dengan di Losari, dan
sepanjang yang diketahui saat ini, topeng di daerah ini adalah satu-satunya
gaya yang tidak menampilkan kedok Panji sebagai tari yang ditampilkan pada
bagian pertama (babakan). Gaya ini tidak sebagaimana lazimnya tari topeng di
daerah lain. Kedok Panji justru ditarikan dalam sebuah lakonan dan penarinya
benar-benar memerankan tokoh Panji.”
2. Samba
(Pamindo), topeng anak-anak yang berwajah ceria, lucu, dan lincah. Kata Pamindo, di
kalangan seniman topeng Cirebon, berasal dari kata pindo, artinya kedua. Kata
pindo, umumnya sangat berkaitan dengan urutan penyajian topeng Cirebon itu
sendiri, yang artinya juga sama dengan penyajian tari bagian (babak) kedua.
Akan tetapi, khusus untuk topeng gaya Losari, tarian tersebut justru ditarikan
pada bagian pertama dan digambarkan sebagai tokoh Panji Sutrawinangun. Dalam
gaya topeng Losari memang tidak dikenal adanya tari topeng Panji secara khusus,
karena topeng Panji ditarikan dalam topeng lakonan.
Karakter tari topeng tersebut adalah genit atau ganjen
(bhs. Jw. Cirebon), sama dengan karakter tokoh Samba dalam cerita wayang Purwa.
Oleh sebab itu, tari ini juga sering disebut dengan topeng Samba. Gerakannya
gesit dan menggambarkan seseorang yang tengah beranjak dewasa, periang, dan
penuh suka cita. Itulah sebabnya, mengapa gerakan tari topeng ini seperti
kesusu (terburu-buru), mirip dengan perilaku dan kehidupan seorang anak muda.
3. Rumyang, wajahnya
menggambarkan seorang remaja. Topeng Rumyang menggambarkan seseorang yang penuh
kehati-hatian, dan terkesan seperti ragu-ragu. Ia bak seorang manusia yang
perilaku dan tindak-tanduknya penuh pertimbangan. Ini gambaran seorang manusia
yang sudah mulai mengenal kehidupan. Lagu pengingnya sesuai dengan nama
tarinya, rumyang atau kembang kapas.
Topeng Rumyang sewanda dengan topeng Pamindo, bahkan
dianggap sebagai kelanjutan dari topeng tersebut. Sebagian daerah
menampilkannya pada bagian ketiga, namun sebagain daerah lagi menampilkannya
pada bagian akhir. Perbedaan penampilan ini boleh jadi dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Pertama, jika topeng tersebut ditampilkan pada bagian ketiga,
berkaitan dengan gambaran siklus kehidupan manusia, dan kedua berkaitan dengan
pengaruh wayang kulit atau karena pertunjukan topeng itu dilaksanakan pada
malam hari. Perlu diketahui bahwa, akhir pertunjukan wayang kulit Cirebon
biasanya ditandai dengan lagu rumyang. Karena itulah, mengapa topeng Rumyang
itu diakhirkan.
4. Patih
(Tumenggung), topeng ini menggambarkan orang dewasa yang berwajah
tegas, berkepribadian, serta bertanggung jawab. Tari Topeng Patih yang
merupakan tarian pembuka pertunjukan dramatari wayang Topeng Malang memiliki
hubungan erat dengan struktur pertunjukan berkaitan dengan ruang, waktu dan
isi. Untuk itu pendekatan teoritis strukturalis simbolis menjadi strategi
pilihan guna memahami makna simbol yangterdapat di dalamnya. Hasilnya
menunjukkan bahwa struktur koreografi Tari Topeng Patih terdiri dari tujuh
unsur, yaitu unsur penokohan, unsur ritual, unsur komunikasi,unsur gerak
tari, unsur tata rias dan busana, unsur musik pengiring dan unsurpanggung
pertunjukan yang kesemuanya mengarahkan pada perilaku budi luhur.
5. Kelana
(Rahwana), topeng yang menggambarkan seseorang yang sedang marah. Tari topeng Klana
adalah gambaran seseorang yang bertabiat buruk, serakah, penuh amarah dan tidak
bisa mengendalikan hawa nafsu, namun tarinya justru paling banyak disenangi
oleh penonton. Sebagian dari gerak tarinya menggambarkan seseorang yang tengah
marah, mabuk, gandrung, tertawa terbahak-bahak, dan sebagainya. Lagu
pengiringnya adalah Gonjing yang dilanjutkan dengan Sarung Ilang. Struktur
tarinya seperti halnya topeng lainnya, terdiri atas bagian baksarai (tari yang
belum memakai kedok) dan bagian ngedok (tari yang memakai kedok).Beberapa
dalang topeng, misalnya Rasinah dan Menor (Carni), membagi tarian ini menjadi
dua bagian. Bagian pertama, adalah tari topeng Klana yang diiringi dengan lagu
Gonjing dan sarung Ilang. Bagian kedua, adalah Klana Udeng yang diiringi lagu
Dermayonan. Tari topeng Klana sering pula disebut topeng Rowana. Sebutan itu
mengacu pada salah satu tokoh yang ada dalam cerita Ramayana, yakni tokoh
Rahwana. Secara kebetulan, karakternya sama persis dengan tokoh Klana dalam
cerita Panji. Di Cirebon, topeng Klana dan Rowana kadang-kadang diartikan
sebagai tarian yang sama, namun bagi beberapa dalang topeng, misalnya Sujana
dan Keni dari Slangit; Sutini dari Kalianyar dan Tumus dari Kreo; membedakan
kedua tarian tersebut, hanya kedoknya saja yang sama. Jika kedok Klana yang
ditarikan itu memakai kostum irah-irahan atau makuta Rahwana di bagian
kepalanya dan di bagian punggungnya memakai badong atau praba, maka itulah yang
disebut topeng Rowana. Kostumnya jauh berbeda dengan topeng Klana dan kelihatan
sangat mirip dengan kostum tokoh Rahwana dalam wayang wong. Menurut Hasan Nawi, salah
seorang pengrajin topeng Cirebon dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia
seperti mengenakan topeng, misalnya saja pada saat marah seperti sudah
mengganti topeng berwajah ceria dengan topeng kemarahan. Kalau ada orang dewasa
yang sikapnya kekanak-kanakan maka ia seperti sedang mengganti topeng dewasanya
dengan topeng anak-anak.
C. ALAT MUSIK
PENGIRING
1. REBAB
REBAB adalah jenis
alat musik senar yang dinamakan demikian paling lambat dari abad ke-8 dan
menyebar melalui jalur-jalur perdagangan Islam yang lebih banyak dari Afrika
Utara, Timur Tengah, bagian dari Eropa, dan Timur Jauh. Beberapa varietas
sering memiliki tangkai di bagian bawah agar rebab dapat bertumpu di tanah, dan
dengan demikian disebut rebab tangkai di daerah tertentu, namun terdapat versi
yang dipetik seperti kabuli rebab (kadang-kadang disebut sebagai robab atau
rubab).
Ukuran rebab biasanya
kecil, badannya bulat, bagian depan yang tercakup dalam suatu membran seperti
perkamen atau kulit domba dan memiliki leher panjang terpasang. Ada leher tipis
panjang dengan pegbox pada akhir dan ada satu, dua atau tiga senar. Tidak ada
papan nada. Alat musik ini dibuat tegak, baik bertumpu di pangkuan atau di
lantai. Busurnya biasanya lebih melengkung daripada biola.
Rebab, meskipun
dihargai karena nada suara, tetapi memiliki rentang yang sangat terbatas
(sedikit lebih dari satu oktaf), dan secara bertahap diganti di banyak dunia
Arab oleh biola dan kemenche. Hal ini terkait dengan instrumen Irak, Joza, yang
memiliki empat senar.
2. GAMELAN
Gamelan adalah
ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong.
Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu
kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri
berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran
an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau
Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk
ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah
gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.
3. GENDER
Gender adalah alat musik pukul logam (metalofon) yang
menjadi bagian dari perangkat gamelan Jawa dan Bali. Alat ini memiliki 10
sampai 14 bilah logam (kuningan) bernada yang digantungkan pada berkas, di atas
resonator dari bambu atau seng, dan diketuk dengan pemukul berbetuk bundaran
berbilah dari kayu (Bali) atau kayu berlapis kain (Jawa). Nadanya berbeda-beda,
tergantung tangga nada yang dipakai. Pada gamelan Jawa yang lengkap terdapat
tiga gender: slendro, pelog pathet nem dan lima, dan pelog pathet barang.
4. KECAPI SULING
Kecapi suling adalah sejenis musik instrumental yang
bergantung pada improvisasi dan populer di provinsi Jawa Barat yang menggunakan
dua alat musik, kecapi dan suling
5. GONG
Gong merupakan sebuah
alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong ini
digunakan untuk alat musik tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin gong
seperti ini.
Gong yang telah
ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah
dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok
sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagai hasil
kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai hiburan yang mengandung pesan–pesan
terselubung, karena unsur – unsur yang terkandung didalamnya mempunyai arti
simbolik yang bila diterjemahkan sangat menyentuh berbagai aspek kehidupan,
sehingga juga mempunyai nilai pendidikan. Variasinya dapat meliputi aspek
kehidupan manusia seperti kepribadian, kebijaksanaan, kepemimpinan, cinta
bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak
dilahirkan hingga menginjak dewasa. Semoga kesenian ini tetap ada karena banyak
hal yang bisa kita dapatkan dan pelajari dari tarian ini. kata Sujana Arja,
salah seorang maestrotari topeng Cirebon dalam percakapan dengan Kompas belum
lama ini. Hal itulah yang tetap dicoba oleh tarian topeng Cirebonan sebagai
bentuk khas kesenian asli Cirebon. Hingga saat ini, kesenian itu jatuh bangun
mempertahankan keasliannya. Ironisnya, beberapa aliran atau gaya turunan tari
topeng Cirebon hampir punah, bahkan beberapa di antaranya sudah punah. Sebagian
seniman dari aliran tari topeng Cirebon ada yang mencoba mempertahankannya.
Sering kali mereka dianggap kuno. Bahkan, beberapa maestro yang masih eksis,
hidupnya pun jauh dari layaknya seorang maestro seni.
DAFTAR PUSTAKA
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
07.41
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar