5 TOKOH ZAMAN KERAJAAN INDONESIA DAN GELARNYA YANG UNIK
1.RADEN MAS SAID,PANGERAN SAMBER NYOWO
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I alias Pangeran Sambernyawa alias Raden Mas Said (lahir di Kraton Kartasura, 7 April 1725 – meninggal di Surakarta, 28 Desember 1795 pada umur 70 tahun) adalah pendiri Praja Mangkunegaran, sebuah kadipaten agung di wilayah Jawa Tengah bagian timur, dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ayahnya bernama Pangeran Arya Mangkunegara Kartasura dan ibunya bernama R.A. Wulan.
Julukan Pangeran Sambernyawa diberikan oleh Nicolaas Hartingh,
gubernur VOC, karena di dalam peperangan RM. Said selalu membawa
kematian bagi musuh-musuhnya.
2.DIPATI UNUS,PANGERAN SABRANG LOR
Dalam tradisi Jawa, Pati Unus atau Adipati Unus atau Yat Sun[1] (1480?–1521) adalah raja Demak kedua, yang memerintah dari tahun 1518 hingga 1521. Ia adalah anak sulung Raden Patah, pendiri Demak. Pada tahun 1521, Pati Unus memimpin penyerbuan ke Malaka melawan pendudukan Portugis. Pati Unus gugur dalam pertempuran ini, dan digantikan oleh adik kandungnya, raja Trenggana.[1]
Pati Unus dikenal juga dengan julukan Pangeran Sabrang Lor (sabrang=menyeberang, lor=utara), karena pernah menyeberangi Laut Jawa menuju Malaka untuk melawan Portugis.
Nama aslinya adalah Raden Surya. Dalam Hikayat Banjar, raja Demak
yaitu Sultan Surya Alam telah membantu Pangeran Samudera, penguasa
Banjarmasin untuk mengalahkan pamannya penguasa kerajaan Negara Daha
yang berada di pedalaman Kalimantan Selatan.
Dalam Suma Oriental-nya, Tomé Pires menyebut seorang bernama "Pate Onus" atau "Pate Unus", ipar Pate Rodim, "penguasa Demak". Mengikuti pakar Belanda Pigeaud dan De Graaf, sejarahwan Australia M. C. Ricklefs menulis bahwa pendiri Demak adalah seorang Tionghoa Muslim bernama Cek Ko-po.
Ricklefs memperkirakan bahwa anaknya adalah orang yang dijuluki "Pate
Rodim", mungkin maksudnya "Badruddin" atau "Kamaruddin" (meninggal
sekitar tahun 1504). Putera atau adik Rodim dikenal dengan nama Trenggana (bertahta 1505-1518 dan 1521-1546), pembangun keunggulan Demak atas Jawa.
Kenyataan tokoh Pati Unus berbenturan dengan tokoh Trenggana, raja Demak ketiga, yang memerintah tahun 1505-1518, kemudian tahun 1521-1546.
3.HADIWIJAYA,JAKA TINGKIR
Dalam tradisi Jawa Jaka Tingkir, kadang-kadang juga ditulis Joko Tingkir, adalah pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Pajang yang memerintah tahun 1549-1582 dengan nama Hadiwijaya.
Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, putra Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo Kenanga. Ketika ia dilahirkan, ayahnya sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir.[1] Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia.
Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kerajaan Demak. Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus.
Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan
meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai
Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir).
Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi.
Silsilah Jaka Tingkir :
Andayaningrat (tidak diketahui nasabnya) + Ratu Pembayun (Putri Raja
Brawijaya)→ Kebo kenanga (Putra Andayaningrat)+ Nyai Ageng Pengging→ Mas
Karebet/Jaka Tingkir
4.PANGERAN SEDA KRAPYAK
Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram (lahir: Kotagede, ? - wafat: Krapyak, 1613) adalah raja kedua Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1601-1613. Ia juga sering disebut dengan gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak, atau cukup Panembahan Seda Krapyak, yang bermakna "Baginda yang wafat di Krapyak". Tokoh ini merupakan ayah dari Sultan Agung, raja terbesar Mataram yang juga pahlawan nasional Indonesia.
Nama asli Prabu Hanyakrawati adalah Raden Mas Jolang, putra Panembahan Senapati raja pertama Kesultanan Mataram. Ibunya bernama Ratu Mas Waskitajawi, putri Ki Ageng Panjawi, penguasa Pati. Antara kedua orang tua Mas Jolang tersebut masih terjalin hubungan sepupu.
Ketika menjabat sebagai Adipati Anom (putra mahkota), Mas Jolang menikah dengan Ratu Tulungayu putri dari Ponorogo.
Namun perkawinan tersebut tidak juga dikaruniai putra, padahal Mas
Jolang terlanjur berjanji jika kelak dirinya menjadi raja, kedudukan
Adipati Anom akan diwariskan kepada putra yang dilahirkan Ratu
Tulungayu.
Mas Jolang kemudian menikah lagi dengan Dyah Banowati putri Pangeran Benawa raja Pajang. Dyah Banowati yang kemudian bergelar Ratu Mas Hadi melahirkan Raden Mas Rangsang dan Ratu Pandansari (kelak menjadi istri Pangeran Pekik).
Empat tahun setelah Mas Jolang naik takhta, ternyata Ratu Tulungayu melahirkan seorang putra bernama Raden Mas Wuryah alias Adipati Martapura. Padahal saat itu jabatan adipati anom telah dipegang oleh Mas Rangsang.
5.SUNAN GESENG
Sunan Geseng, atau sering pula disebut Eyang Cakrajaya, adalah murid Sunan Kalijaga. Ia adalah keturunan Imam Jafar ash-Shadiq, dengan nasab: Sunan Geseng
bin Husain bin al-Wahdi bin Hasan bin Askar bin Muhammad bin Husein bin
Askib bin Mohammad Wahid bin Hasan bin Asir bin 'Al bin Ahmad bin
Mosrir bin Jazar bin Musa bin Hajr bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali k.w. [1]
Menurut hikayat, pada suatu saat ia mengikuti anjuran Sunan Kalijaga untuk mengasingkan diri di suatu hutan untuk konsentrasi beribadah kepada Allah.
Di tengah lelakunya itu, hutan tersebut terbakar, tapi beliau tidak mau
menghentikan tapanya, sesuai pesan sang guru untuk jangan memutus
ibadah, apapun yang terjadi, sampai sang guru
datang menjenguknya. Demikianlah, ketika kebakaran berhenti dan Sunan
Kalijaga datang menjenguknya, dia dapati Cakrajaya telah menghitam
hangus, meskipun tetap sehat wal afiat. Maka digelarilah beliau dengan
Sunan Geseng.
Makam Sunan Geseng terletak di Dusun Jolosutro, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Letaknya kira-kira 2 km di sebelah kanan Jalan Yogyakarta-Wonosari Km.
14 (kalau datang dari Yogyakarta). Setiap tahun ada perayaan dari warga
setempat untuk menghormati Sunan Geseng. Selain di dekat Pantai
Parangtritis, Jogjakarta, makam Sunan Geseng juga dipercaya terdapat di
sebuah desa yang bernama Desa Tirto, di kaki Gunung Andong-dekat Gungung
Telomoyo-secara administratif di bawah Kecamaan Grabag, Kabupaten
Magelang Jawa Tengah.
Masyarakat sekitar makam khususnya, dan Grabag pada umumnya, sangat
mempercayai bahwa makam yang ada di puncak bukit dengan bangunan cungkup
dan makam di dalamnya adalah sarean (makam) Sunan Geseng.[rujukan?]
Pada Bulan Ramadhan, pada hari ke-20 malam masyarakat banyak yang
berkumpul di sekitar makam untuk bermunajat. Selain itu, di Desa
Kleteran (terletak di bawah Desa Tirto) juga terdapat sebuah Pondo
Pesantren yang dinamai Ponpes Sunan Geseng.►Diposting oleh
:Unknown
:
di
23.14
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar