7 SITUS PENINGGALAN PARA RASUL
1.SISA KAPAL NABI NUH
Dalam agama Abrahamik, Bahtera Nuh adalah sebuah kapal yang dibangun atas perintah Tuhan untuk menyelamatkan Nuh, keluarga, kaumnya yang beriman dan kumpulan binatang yang ada di seluruh dunia dari air bah. Kisah ini terdapat dalam Kitab Kejadian dalam Perjanjian Lama dan Al-Quran.
Sejumlah pemeluk Yahudi Ortodoks dan Kristen berdasarkan Perjanjian Lama dan umat Muslim berdasarkan Al-Qur'an
mempercayai bahwa kisah ini benar-benar terjadi. Namun sebagian
pemeluak Yahudi Ortodoks dan Kristen yang berdasarkan hipotesis dokumen,
menyatakan bahwa kisah yang dikisahkan dalam Kitab Kejadian ini mungkin
terdiri dari sejumlah sumber yang setengah independen, dan proses
penyusunannya yang berlangsung selama beberapa abad dapat menolong
menjelaskan kekacauan dan pengulangan yang tampak di dalam teksnya.
Walau begitu, sebagian umat Yahudi Ortodoks dan Krsiten yang mempercayai
kisah ini menyatakan bahwa kekacauan itu dapat dijelaskan secara
rasional.
Mitos Sumeria
juga menceritakan kisah seperti ini. Berbeda dengan agama Abrahamik,
tokoh dalam kisah Sumeria tidak bernama Nuh namun Ziusudra. Kisah
Sumeria mengisahkan bagaimana Ziusudra diperingatkan oleh para dewa
untuk membangun sebuah kapal untuk menyelamatkan diri dari banjir yang
akan menghancurkan umat manusia. Tidak hanya dalam agama Abrahamik dan
Sumeria, kisah hapir serupa juga ditemukan di banyak kebudayaan di
seluruh dunia. Memang, kisah tentang banjir ini adalah salah satu cerita rakyat yang paling umum di seluruh dunia.
Kisah Bahtera ini telah diuraikan secara panjang lebar di dalam berbagai agama Abrahamik,
yang mencampurkan solusi-solusi teoretis dengan masalah-masalah praktis
semisal bagaimana cara Nuh membuang kotoran-kotoran binatang, atau
dengan penafsiran-penafsiran alegoris yang mengajak manusia menuju jalan
keselamatan dengan mematuhi perintah Tuhan.
Pada awal abad ke-18, perkembangan geologi dan biogeografi
sebagai ilmu pengetahuan telah membuat sedikit sejarawan alam yang
merasa mampu membenarkan penafsiran yang harafiah atas kisah Bahtera
ini. Namun demikian, para pakar kitab terus meneliti gunung dimana kapal
tersebut berlabuh. Namun begitu, Alkitab menyatakan bahwa kapal itu
berlabuh di daerah timur laut Turki dan Al-Qur'an berpendapat bahwa kapal itu mendarat di Gunung Judi.
Dalam agama Islam, Nuh merupakan salah satu dari lima nabi penting (Ulul Azmi). Ia diperintah untuk mengingatkan kaumnya agar menyembah Allah yang saat itu menganut paganisme dengan menyembah berhala-berhala Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan Nashr[17]. Dalam Al-Qur'an, Nuh diperintah selama 950 tahun[18]. Rujukan-rujukannya tentang Nuh dalam al-Qur'an bertebaran di seluruh kitab. Surah dalam al-Qur'an yang cukup lengkap menceritakan kisah Nuh adalah surah Hud dari ayat 27 hingga 51.
Berbeda dengan kisah-kisah Yahudi, yang menggunakan istilah "kotak" atau "peti" untuk menggambarkan Bahtera Nuh, surah Al-'Ankabut ayat 15 dalam al-Qur'an menyebutnya as-Safinati, sebuah kapal biasa atau bahtera, dan dijelaskan lagi dalam surah Al-Qamar ayat 13 sebagai "bahtera dari papan dan paku." Surah Hud ayat 44 mengatakan bahwa kapal itu mendarat di Gunung Judi, yang dalam tradisi merupakan sebuah bukit dekat kota Jazirah bin Umar di tepi timur Sungai Tigris di provinsi Mosul, Irak. Abdul Hasan Ali bin al-Husayn Masudi
(meninggal 956) mengatakan bahwa tempat pendaratan bahtera itu dapat
dilihat pada masanya. Masudi juga mengatakan bahwa Bahtera itu memulai
perjalanannya di Kuffah di Irak tengah dan berlayar ke Mekkah, dan di sana kapal itu mengitari Ka'bah,
sebelum akhirnya mendarat di Judi. Surah Hud ayat 41 mengatakan, "Dan
Nuh berkata, 'Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama
Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.'" Tulisan Abdullah bin 'Umar
al-Baidawi
abad ke-13 menyatakan bahwa Nuh mengatakan, "Dengan Nama Allah!" ketika
ia ingin bahtera itu bergerak, dan kata yang sama ketika ia
menginginkan bahtera itu berhenti.
Banjir itu dikirim oleh Allah
sebagai jawaban atas doa Nuh bahwa generasinya yang jahat harus
dihancurkan, namun karena Nuh adalah yang benar, maka ia terus
menyebarkan peringatan itu, dan 70 orang penyembah berhala bertobat, dan
masuk ke dalam Bahtera bersamanya, sehingga keseluruhan manusia yang
ada di dalamnya adalah 78 orang (yaitu ke-70 orang ini ditambah 8 orang
anggota keluarga Nuh sendiri). Ke-70 orang ini tidak mempunyai
keturunan, dan seluruh umat manusia setelah air bah adalah keturunan
dari ketiga anak lelaki Nuh. Anak lelaki (atau cucu lelaki, menurut
beberapa sumber) yang keempat yang bernama Kana'an termasuk para
penyembah berhala, dan karenanya ikut tenggelam.
Baidawi memberikan ukuran Bahtera itu yaitu 300 hasta, (50 x 30), dan
menjelaskan bahwa pada mulanya di tingkat pertama dari tiga tingkat ini
diletakkan binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan, pada
tingkat kedua ditempatkan manusia, dan yang ketiga burung-burung. Pada
setiap lembar papan terdapat nama seorang nabi. Tiga lembar papan yang
hilang, yang melambangkan tiga nabi, dibawa dari Mesir oleh Og, putera
Anak, satu-satunya raksasa yang diizinkan selamat dari banjir. Tubuh Adam dibawa ke tengah untuk memisahkan laki-laki dari perempuan.
Nuh berada di Bahtera selama lima atau enam bulan, dan pada akhirnya
ia mengeluarkan seekor burung gagak. Namun gagak itu berhenti untuk
berpesta memakan daging-daging bangkai, dan karena itu Nuh mengutuknya
dan mengeluarkan burung merpati, yang sejak dahulu kala telah dikenal
sebagai sahabat manusia. Masudi menulis bahwa Allah memerintahkan bumi
untuk menyerap airnya, dan bagian-bagian tertentu yang lambat menaati
perintah ini memperoleh air laut sebagai hukumannya dan karena itu
menjadi kering dan tidak ada kehidupan. Air yang tidak diserap bumi
membentuk laut, sehingga air dari banjir itu masih ada.
Nuh meninggalkan Bahtera pada tanggal 10 Muharram,
dan ia bersama keluarganya dan teman-temannya membangun sebuah kota di
kaki Gunung Judi yang dinamai Thamanin ("delapan puluh"), dari jumlah
mereka. Nuh kemudian mengunci Bahtera itu dan mempercayakan
kunci-kuncinya kepada Sem. Yaqut al-Hamawi (1179-1229) menyebutkan tentang sebuah masjid yang dibangun oleh Nuh yang dapat dilihat hingga masa hidupnya, dan Ibnu Batutah
melewati pegunungan dalam perjalanannya pada abad ke-14. Orang muslim
modern, walaupun tidak semuanya aktif dalam mencari Bahtera tersebut,
percaya bahwa benda itu masih ada di lereng-lereng pegunungan
2.KA'BAH
Kakbah (bahasa Arab: الكعبة, transliterasi: Ka'bah) adalah sebuah bangunan mendekati bentuk kubus yang terletak di tengah Masjidil Haram di Mekah. Bangunan ini adalah monumen suci bagi kaum muslim (umat Islam). Merupakan bangunan yang dijadikan patokan arah kiblat atau arah patokan untuk hal hal yang bersifat ibadah bagi umat Islam di seluruh dunia seperti salat. Selain itu, merupakan bangunan yang wajib dikunjungi atau diziarahi pada saat musim haji dan umrah.[1]
Sejarahwan, narator dan lainnya memiliki pendapat berbeda tentang
siapa yang telah membangun Kakbah. Beberapa pendapat itu ada yang
mengatakan Malaikat, Adam dan Syits.[2] Dimensi struktur bangunan kakbah lebih kurang berukuran 13,10m tinggi dengan sisi 11,03m kali 12,62m. Juga disebut dengan nama Baitullah.
Kakbah yang juga dinamakan Bayt al `Atiq (Arab:بيت ال عتيق, Rumah Tua) adalah bangunan yang dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
setelah Nabi Ismail berada di Mekkah atas perintah Allah SWT. Dalam
Al-Qur'an, surah 14:37 tersirat bahwa situs suci Kakbah telah ada
sewaktu Nabi Ibrahim menempatkan Hajar dan bayi Ismail di lokasi
tersebut.
Pada masa Nabi Muhammad SAW
berusia 30 tahun (sekitar 600 M dan belum diangkat menjadi Rasul pada
saat itu), bangunan ini direnovasi kembali akibat banjir bandang yang
melanda kota Mekkah pada saat itu. Sempat terjadi perselisihan antar kepala suku atau kabilah ketika hendak meletakkan kembali batu Hajar Aswad
pada salah satu sudut Kakbah, namun berkat penyelesaian Muhammad SAW
perselisihan itu berhasil diselesaikan tanpa pertumpahan darah dan tanpa
ada pihak yang dirugikan.
Pada saat menjelang Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi sampai kepindahannya ke kota Madinah,
bangunan Kakbah yang semula rumah ibadah agama monotheisme (Tauhid)
ajaran Nabi Ibrahim telah berubah menjadi kuil pemujaan bangsa Arab yang
di dalamnya diletakkan sekitar 360 berhala/patung
yang merupakan perwujudan tuhan-tuhan politheisme bangsa Arab ketika
masa kegelapan pemikiran (jahilliyah) padahal sebagaimana ajaran Nabi
Ibrahim yang merupakan nenek moyang bangsa Arab dan bangsa Yahudi serta ajaran Nabi Musa terhadap kaum Yahudi, Allah
Sang Maha Pencipta tidak boleh dipersekutukan dan disembah bersamaan
dengan benda atau makhluk apapun jua dan tidak memiliki perantara untuk
menyembahNya serta tunggal tidak ada yang menyerupaiNya dan tidak
beranak dan tidak diperanakkan (Surah Al-Ikhlas dalam Al-Qur'an).
Kakbah akhirnya dibersihkan dari patung-patung agama politheisme ketika
Nabi Muhammad membebaskan kota Mekkah tanpa pertumpahan darah dan
dikembalikan sebagai rumah ibadah agama Tauhid (Islam).
Selanjutnya bangunan ini diurus dan dipelihara oleh Bani Sya'ibah sebagai pemegang kunci kakbah dan administrasi serta pelayanan haji diatur oleh pemerintahan baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti Usmaniyah Turki, sampai saat ini yakni pemerintah kerajaan Arab Saudi yang bertindak sebagai pelayan dua kota suci, Mekkah dan Madinah.
Pada awalnya bangunan Kakbah terdiri atas dua pintu serta letak pintu
Kakbah terletak di atas tanah, tidak seperti sekarang yang pintunya
terletak agak tinggi. Pada saat Muhammad SAW berusia 30 tahun dan belum
diangkat menjadi rasul, dilakukan renovasi pada Kakbah akibat bencana
banjir. Pada saat itu terjadi kekurangan biaya,[rujukan?] maka bangunan Kakbah dibuat hanya satu pintu. Adapula bagiannya yang tidak dimasukkan ke dalam bangunan Kakbah, yang dinamakan Hijir Ismail,
yang diberi tanda setengah lingkaran pada salah satu sisi Kakbah. Saat
itu pintunya dibuat tinggi letaknya agar hanya pemuka suku Quraisy yang bisa memasukinya, karena suku Quraisy merupakan suku atau kabilah yang dimuliakan oleh bangsa Arab saat itu.
Nabi Muhammad SAW pernah mengurungkan niatnya untuk merenovasi
kembali Kakbah karena kaumnya baru saja masuk Islam, sebagaiman tertulis
dalam sebuah hadits perkataannya: "Andaikata kaumku bukan baru saja
meninggalkan kekafiran, akan aku turunkan pintu Kakbah dan dibuat dua
pintunya serta dimasukkan Hijir Ismail ke dalam Kakbah", sebagaimana
pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim.
Ketika masa Abdullah bin Zubair memerintah daerah Hijaz,
bangunan itu dibangun kembali menurut perkataan Nabi Muhammad SAW,
yaitu diatas pondasi Nabi Ibrahim. Namun ketika terjadi peperangan
dengan Abdul Malik bin Marwan penguasa daerah Syam (Suriah, Yordania dan Lebanon sekarang) dan Palestina, terjadi kebakaran pada Kakbah akibat tembakan peluru pelontar (onager)
yang dimiliki pasukan Syam. Abdul Malik bin Marwan yang kemudian
menjadi khalifah, melakukan renovasi kembali Kakbah berdasarkan bangunan
di masa Nabi Muhammad SAW dan bukan berdasarkan pondasi Nabi Ibrahim.
Kakbah dalam sejarah selanjutnya beberapa kali mengalami kerusakan
sebagai akibat dari peperangan dan karena umur bangunan.
Ketika masa pemerintahan khalifah Harun Al Rasyid
pada masa kekhalifahan Abbasiyyah, khalifah berencana untuk merenovasi
kembali kakbah sesuai pondasi Nabi Ibrahim dan yang diinginkan Nabi
Muhammad SAW. namun segera dicegah oleh salah seorang ulama terkemuka
yakni Imam Malik
karena dikhawatirkan nanti bangunan suci itu dijadikan ajang bongkar
pasang para penguasa sesudah beliau. Sehingga bangunan Kakbah tetap
sesuai masa renovasi khalifah Abdul Malik bin Marwan sampai sekarang.
3.MASJIDIL AQSA
Masjid Al-Aqsa, juga ditulis Al-Aqsha (bahasa Arab:المسجد الاقصى, Al-Masjid Al-Aqsha (bantuan·info), arti harfiah: "masjid terjauh") adalah salah satu tempat suci agama Islam yang menjadi bagian dari kompleks bangunan suci di Kota Lama Yerusalem (Yerusalem Timur). Kompleks tempat masjid ini (di dalamnya juga termasuk Kubah Batu) dikenal oleh umat Islam dengan sebutan Al-Haram Asy-Syarif atau "tanah suci yang mulia". Tempat ini oleh umat Yahudi dan Kristen dikenal pula dengan sebutan Bait Suci (bahasa Ibrani: הַר הַבַּיִת, Har haBáyit, bahasa Inggris: Temple Mount), suatu tempat paling suci dalam agama Yahudi yang umumnya dipercaya merupakan tempat Bait Pertama dan Bait Kedua dahulu pernah berdiri.[2][3]
Masjid Al-Aqsa secara luas dianggap sebagai tempat suci ketiga oleh umat Islam. Muslim percaya bahwa Muhammad diangkat ke Sidratul Muntaha dari tempat ini setelah sebelumnya dibawa dari Masjid Al-Haram di Mekkah ke Al-Aqsa dalam peristiwa Isra' Mi'raj.[4] Kitab-kitab hadist menjelaskan bahwa Muhammad mengajarkan umat Islam berkiblat ke arah Masjid Al-Aqsa (Baitul Maqdis) hingga 17 bulan setelah hijrah ke Madinah. Setelah itu kiblat salat adalah Ka'bah di dalam Masjidil Haram, Mekkah, hingga sekarang.[5] Pengertian Masjid Al-Aqsa pada peristiwa Isra' Mi'raj dalam Al-Qur'an (Surah Al-Isra' ayat 1) meliputi seluruh kawasan Al-Haram Asy-Syarif.[6]
Masjid Al-Aqsa pada awalnya adalah rumah ibadah kecil yang didirikan oleh Umar bin Khattab, salah seorang Khulafaur Rasyidin, tetapi telah diperbaiki dan dibangun kembali oleh khalifah Umayyah Abdul Malik dan diselesaikan oleh putranya Al-Walid pada tahun 705 Masehi.[7] Setelah gempa bumi tahun 746, masjid ini hancur seluruhnya dan dibangun kembali oleh khalifah Abbasiyah Al-Mansur pada tahun 754, dan dikembangkan lagi oleh penggantinya Al-Mahdi pada tahun 780. Gempa berikutnya menghancurkan sebahagian besar Al-Aqsa pada tahun 1033, namun dua tahun kemudian khalifah Fatimiyyah Ali Azh-Zhahir
membangun kembali masjid ini yang masih tetap berdiri hingga kini.
Dalam berbagai renovasi berkala yang dilakukan, berbagai dinasti kekhalifahan Islam telah melakukan penambahan terhadap masjid dan kawasan sekitarnya, antara lain pada bagian kubah, fasad, mimbar, menara, dan interior bangunan. Ketika Tentara Salib menaklukkan Yerusalem
pada tahun 1099, mereka menggunakan masjid ini sebagai istana dan
gereja, namun fungsi masjid dikembalikan seperti semula setelah Shalahuddin
merebut kembali kota itu. Renovasi, perbaikan, dan penambahan lebih
lanjut dilakukan pada abad-abad kemudian oleh para penguasa Ayyubiyah, Mamluk, Utsmaniyah, Majelis Tinggi Islam, dan Yordania. Saat ini, Kota Lama Yerusalem berada di bawah pengawasan Israel, tetapi masjid ini tetap berada di bawah perwalian lembaga wakaf Islam pimpinan orang Palestina.
Pembakaran Masjid Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969 telah mendorong berdirinya Organisasi Konferensi Islam yang saat ini beranggotakan 57 negara. Pembakaran tersebut juga menyebabkan mimbar kuno Shalahuddin Al-Ayyubi terbakar habis. Dinasti Bani Hasyim penguasa Kerajaan Yordania telah menggantinya dengan mimbar baru yang dikerjakan di Yordania[8], meskipun ada pula yang menyatakan bahwa mimbar buatan Jepara digunakan di masjid ini.
Nama Masjid al-Aqsa bila diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam
bahasa Indonesia, maka ia berarti "masjid terjauh". Nama ini berasal
dari keterangan dalam Al-Qur'an pada Surah Al-Isra' ayat 1 mengenai Isra Mi'raj. Isra Mi'raj adalah perjalanan yang dilakukan Muhammad dari Masjid Al-Haram menuju Masjid Al-Aqsa, dan kemudian naik ke surga.[1][11] Dalam kitab Shahih Bukhari dijelaskan bahwa Muhammad dalam perjalanan tersebut mengendarai Al-Buraq.[12] Istilah "terjauh" dalam hal ini digunakan dalam konteks yang berarti "terjauh dari Mekkah".[13]
Selama berabad-abad yang dimaksud dengan Masjid Al-Aqsa sesungguhnya
tidak hanya masjid saja, melainkan juga area di sekitar bangunan itu
yang dianggap sebagai suatu tempat yang suci. Perubahan penyebutan
kemudian terjadi pada masa pemerintahan kesultanan Utsmaniyah (kira-kira abad ke-16 sampai awal 1918), dimana area kompleks di sekitar masjid disebut sebagai Al-Haram Asy-Syarif, sedangkan bangunan masjid yang didirikan oleh Umar bin Khattab disebut sebagai Jami' Al-Aqsa atau Masjid Al-Aqsa
4.MASJID IBRAHIM DI HEBRON
Al-Haram Al-Khalil atau Al-Haram Al-Ibrahimi atau Masjid Ibrahimi adalah sebuah masjid di kota Hebron (Al-Khalil).
Maksudnya "Haram" artinya suci, seperti pada istilah Tanah Haram (tanah suci), Masjidil Haram (Masjid Suci) yang maksudnya tempat yang diharamkan melakukan perbuatan yang melanggar kesuciannya.
Dalam literatur ada pula disebutkan; "In Arabic, the flatform created by an enclosure walls is called a haram".
Sedangkan Al-Khalil adalah gelar bagi Nabi Ibrahim,
yang selengkapnya disebut "Khalilullah" (artinya, Kekasih Allah).
Karena itu kota Hebron dinamakan Al-Khalil, dimana terdapat makam dari
Nabi Ibrahim dan keluarganya yaitu di komplek Mesjid Ibrahim (Al-Haram Al-Khalil) yang tepatnya berada di bawah lantai Masjid Ibrahimi yang disebut gua Machpelah (bahasa Yahudi, Ma'arat Ha-Machpelah).
Di dalam Masjid Ibrahimi terdapat beberapa buah cenotaph, yang
melambangkan masing-masing jasad yang dikubur yaitu Nabi Ibrahim dan
keluarganya. Kuburan asli para Nabi tersebut sebenarnya terletak di
bawah lantai bangunan ini dan dapat dimasuki melalui lubang kecil pada
lantai di samping mihrab/pengimaman sholat. Cenotaph berada dalam
ruangan berbentuk segi delapan (oktagonal) untuk makam para laki-laki
seperti Nabi Ibrahim, Nabi Ya'kub dan Nabi Ishak. Untuk cenotaph untuk
makam para wanita berada dalam ruangan berbentuk segi enam, seperti
Sarah dan Leah.
Menurut literatur; "A cenotaph is a tomb or monument erected in honor of a person whose body is elsewhere"
5.MASJIS QUBA
Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah saw. pada tahun 1 Hijriyah atau 622 Masehi di Quba, sekitar 5 km di sebelah tenggara kota Madinah. Dalam Al Qur'an disebutkan bahwa masjid Quba adalah mesjid yang dibangun atas dasar takwa (Surat At Taubah:108).
6.MASJID NABAWI
Masjid Nabawi, adalah salah satu mesjid terpenting yang terdapat di Kota Madinah, Arab Saudi karena dibangun oleh Nabi Muhammad saw. dan menjadi tempat makam beliau dan para sahabatnya. Masjid ini merupakan salah satu masjid yang utama bagi umat Muslim setelah Masjidil Haram di Mekkah dan Masjidil Aqsa di Yerusalem.
7.MASJID 2 KIBLAT
Masjid Qiblatain (artinya: masjid dua kiblat) adalah salah satu masjid terkenal di Madinah.
Masjid ini mula-mula dikenal dengan nama Masjid Bani Salamah, karena
masjid ini dibangun di atas bekas rumah Bani Salamah. Letaknya di tepi
jalan menuju kampus Universitas Madinah di dekat Istana Raja ke jurusan
Wadi Aqiq atau di atas sebuah bukit kecil di utara Harrah Wabrah,
Madinah.
Pada permulaan Islam, orang melakukan salat dengan kiblat ke arah Baitul Maqdis (nama lain Masjidil Aqsha) di Yerusalem/Palestina. Baru belakangan turun wahyu kepada Rasulullah SAW untuk memindahkan kiblat ke arah Masjidil Haram di Mekkah.
Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-2 Hijriyah hari Senin bulan Rajab
waktu dhuhur di Masjid Bani Salamah ini. Ketika itu Rasulullah SAW
tengah salat dengan menghadap ke arah Masjidil Aqsha. Di tengah salat,
tiba-tiba turunlah wahyu surat Al Baqarah ayat 144[1], yang artinya:
- “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Alkitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”[2]
Setelah turunnya ayat tersebut di atas, beliau menghentikan sementara
salatnya, kemudian meneruskannya dengan memindahkan arah kiblat
menghadap ke Masjidil Haram. Merujuk pada peristiwa tersebut, lalu
masjid ini dinamakan Masjid Qiblatain, yang artinya masjid berkiblat
dua.
Masjid Qiblatain telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pada 1987 Pemerintah Kerajaan Arab Saudi di bawah Raja Fahd melakukan perluasan, renovasi dan pembangunan konstruksi baru, namun tidak menghilangkan ciri khas masjid tersebut.[1]
Sebelumnya Sultan Sulaiman telah memugarnya di tahun 893 H atau 1543 M.
Masjid Qiblatain merupakan salah satu tempat ziarah yang biasa
dikunjungi jamaah haji dan umrah dari seluruh dunia.
►Diposting oleh
:Unknown
:
di
22.16
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar